Sabtu, 04 Agustus 2012

Jangan Ada Kesan Polisi Jadi Centeng Kebun

Hukum Sumut
MedIMG1990Aan | Sumutdaily.Com ~ Karena Dituding mencuri sawit milik PT Sawita Ledong Jaya (SLJ), sebanyak 18 petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Penghijauan Desa Sukaramai Labuhanbatu Utara (Labura), ditahan di Polres Labuhanbatu, sejak Sabtu (14/7/2012) sekira pukul 17.00 WIB kemarin.  Mereka dituduh mencuri sawit milik PT SLJ. Itu sesuai laporan pihak PT SLJ kepada polisi.
Namun menurut Petani mereka tidak ada melakukan pencurian seperti yang dituduhkan pihak perusahaan kepada mereka sehingga dalam hal ini Jangan sampai terkesan Polisi sebagai centeng kebun dan diharapkan Kapoldasu segera membebaskan petani tersebut. Demikian diungkapkan Anggota DPRDSU H Syamsul Hilal kepada wartawan baru-baru ini di Medan.

Menurutnya, tindakan pihak aparat kepolisian tersebut dinilai sangat keterlaluan dan tidak berprikemanusiaan dan terkesan polisi hanya membela yang bayar sementara rakyat miskin menjadi korban terus selama ini, ucapnya.

Menurut Syamsul, pihak kelompok tani sudah lama mengelola lahan seluas 600 hektare yang diklaim pihak perusahaan sebagai lahan milik perusahaan. Padahal menurut petani  pihak perusahaan lah yang telah mengambil lahan milik mereka.  apalagi, pihak kelompok tani tak ada merampas lahan milik PT SLJ apa lagi mencuri sawit milik PT SLJ.

Kejadian yang sebenarnya, pihak PT SLJ lah yang telah merampas lahan milik mereka dan berharap agar Pemkab Labura dan DPRD dapat memperjuangkan nasib mereka. Para petani juga berharap agar polisi tidak asal main tangkap karena adanya laporan dari pihak perusahaan.
Masyarakat Sudah lama warga mendudukinya, warga mengklaim lahan seluas 600 an hektar milik PT SLJ merupakan tanah warga yang diserobot pihak PT SLJ.

Kalau persoalan ini tidak direspon aparat kepolisian termasuk Polres dan Kapoldasu dalam waktu dekat kita akan laporkan hal tersebut kepada Kapolri, DPR RI, Kompolnas, Komnas HAM, dan Presiden RI.
{ rel ~ BuYa SoraYa }

Penangguhan Penahan 20 Petani Batal di Lab Batu

Kapolres Pembohong!
(FOTO : Ahmad Efendi)

Ratusan petani menggelar demonstrasi di depan Polres Labuhanbatu, Jumat (3/8).
RANTAU- Janji Kapolres Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan untuk menangguhkan penahanan 20 petani asal Desa Suka Rame Kecamatan Kualuh Labuhanbatu dibatalkan. Pasalnya polisi telah melimpahkan 20 petani tersebut ke kejaksaan. Para petani yang mengetahui hal itu, para petani berang. Petani menilai Kapolres Labuhanbatu berbohong.
(FOTO : Ahmad Efendi) Ratusan petani menggelar demonstrasi di depan Polres Labuhanbatu, Jumat (3/8).Ratusan petani, Jumat (3/8) menggelar aksi demo di Mapolres Labuhanbatu. Para petani menilai Kapolres Labuhanbatu telah melakukan pembohongan kepada mereka. Pasalnya, sesuai hasil mediasi antara petani dan kapolres, Kamis (2/8), Kapolres Labuhanbatu berjanji akan menangguhkan penahanan 20 petani tersebut. Namun janji tersebut ternyata tidak dipenuhi kapolres. Kondisi ini membuat para petani geram. Lalu para petani mengadu ke DPRD Labuhanbatu.

Anggota DPRD Labuhanbatu yang ikut mendampingi para petani demo ke Polres Labuhanbatu Lahmuddin dari Fraksi Demokrat mengatakan, ia sangat menyesalkan sikap Kapolres Labuhanbatu yang telah membatalkan penangguhan penahnan 20 petani.

Padahal dalam pertemuan antara petani dengan Kapolres Labuhanbatu, Kamis (2/8), kapolres berjanji akan menangguhkan penahanan para petani tersebut. Sementara koordinator aksi petani Johan mengatakan, Polres Labuhanbatu telah berbohong. Ini terbukti dengan gagalnya penangguhan penahanan kepada 20 rekan mereka yang ditangkap.

“Saya merasa dibohongi Kapolres Labuhanbatu. Soalnya semalam (Kamis (2/8)) dalam mediasi Kapolres Labuhanbatu telah menyetujui permohonan penangguhan penahanan kepada 20 orang kawan kami yang ditangkap, tapi apa. Semua yang dibilang semalam adalah angin surga untuk mengalihkan perahatian massa, buktinya hari ini 17 rekan kami sudah di P21 dan sudah digelandang ke kantor Kejaksaan Negero. Karena berkasnya sudah dilimpahkan,” kata Johan.

Pantauan METRO, dalam aksi demo kali ini, 2 orang ibu rumah tangga jatuh pinggsan, karena suaminya telah ditahan di kantor kejaksaan.   Seperti diberitakan sebelumnya, Polres Labuhanbatu memberikan penangguhan penahanan terhadap 20 petani yang ditahan terkait kasus pencurian sawit dan silang sengketa tanah. Pemberian penangguhan penahanan setelah ratusan warga Desa Suka Rame Kecamatan Kualuh Hulu, Kamis (2/8) berniat mendatangi Mapolres Labuhanbatu. Mereka menuntut pembebasan 17 rekannya yang ditahan oleh Polsek Kualuh Hulu dengan tuduhan pencurian kelapa sawit milik PT Sawit Ledong Jaya (SLJ).

Ratusan warga tersebut tergabung dalam Kelompok Tani Karya Lestari dan Kelompok Tani Penghijauan. Para petani ini berkumpul di lapangan Ika Bina Rantauprapat dan bergabung dengan Kelompok Tani Malindo Jaya Desa Sei Siarti.  Kasat Intel Labuhanbatu AKP Mijer yang melihat kedatanganan para petani yang berkumpul di Lapangan Ika Bina langsung mendatangi para petani. Mijer mengajak para petani untuk negosiasi dan mengirimkan utusannya untuk bertemu dengan kapolres untuk membahas masalah ini.

Akhirnya warga setuju tidak mendatangi Polres Labuhanbatu dan hanya mengutus beberapa warga untuk membahas tuntutan mereka kepada Kapolres Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan. Ratusan massa yang berkumpul di Ika Bina tersebut menunggu perwakilan mereka yang sedang melakukan mediasi dengan Kapolres Labuhanbatu.

Selang beberapa jam kemudian, perwakilan masyarakat pun keluar dari Mapolres Labuhanbatu dan langsung mensosialisasikan hasil mediasi tersebut. Johan Merdeka salah satu perwakilan warga menjelaskan, Kapolres Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu telah menyetujui penangguhan penahanan 20 orang dari gabungan kelompok tani tersebut. (cr2)
http://www.metrosiantar.com/2012/penangguhan-penahan-20-petani-batal/

Kasus Pertanahan di Labuhan Batu Berpotensi Jadi Mesuji Kedua



Kamis,2 Agustus 2012 17:08
Puluhan massa dari berbagai elemen kelompok tani, ormas, buruh, mahasiswa, aktivis prodemokrasi, masyarakat adat dan miskin kota yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Reforma Agraria Sumut, melakukan aksi menuntut penyelesaian kasus pertanahan di berbagai daerah khususnya di Kabupaten Labuhan Batu ke DPRD Sumut pada Rabu 2 Juli 2012 (Foto: Ruchon Tiodo S/Seruu.com)
Medan,seruu.com -  Puluhan massa dari berbagai elemen kelompok tani, ormas, buruh, mahasiswa, aktivis prodemokrasi, masyarakat adat dan miskin kota yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Reforma Agraria Sumut, melakukan aksi menuntut penyelesaian kasus pertanahan di berbagai daerah khususnya di Kabupaten Labuhan Batu ke DPRD Sumut pada Rabu  2 Juli 2012.
Aksi bersama tersebut dilakukan di depan gedung DPRD SU Jalan Imam Bonjo Medan, sehingga membuat kemacatan di jalan raya. Massa tidak bisa memasuki gedung dewan karena pintu ditutup dan dikawal ketat aparat kepolisian yang dipimpin oleh Kapolsek Medan Baru, Kompol Budi.

Dari release yang disampaikan kepada Seruu.com,  dikatakan bahwa dalam enam bulan terakhir, sudah tercatat puluhan konflik yang meledak serta diikuti dengan tindakan pelanggaran HAM oleh pihak Kepolisian Sumut terhadap petani.

Beberapa hasil advokasi yang diungkapkan adalah adanya penangkapan paksa terhadap puluhan orang dari Kelompok Tani Penghijauan Labuhan Batu serta belasan rumah dirobohkan oleh pihak Polres Labuhan Batu.

Di Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan Percut Sei Tuan, Desa Seintis Kampung Sei Jernih, puluhan warga mendapat intimidasi dari OKP dan Brimob Poldasu dalam konflik tanah di Kelambir Lima antara BPRPI dengan PTPN II. Intimidasi masih disertai dengan pembakaran puluhan rumah dan perusakan tanamana petani.

Aksi tersebut diwarnai dengan orasi dari berbagai perwakilan kelompok disertai dengan nyanyian lagu-lagu perlawanan yang dapat membuat panas kuping aparat keamanan yang melakukan pengawalan. Rakyat dalam orasinya mengatakan bahwa pemerintah dan legislatif sudah seperti anjing yang mengonggong karena diberi makan oleh pengusaha. Seorang ibu peserta aksi dengan histeris mengatakan bahwa rakyat “tidak punya duit” sehingga cenderung ditindas karena keinginan para mafia tanah pengusaha hitam yang tidak memiliki HGU, ijin prinsip serta amdal pada perusahaannya.

Salah satu tuntutan massa dalam pernyataan sikapnya adalah “Copot Kapolres Labuhan Batu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan.”

Setelah lebih sejam berorasi, aksi ditemui oleh seorang anggota DPRD SU, Marah Halim, dari komisi D yang tidak membidangi pertanahan. Marah Halim didampingi oleh Hasrul Sani, staf komunikasi sekretariat dewan,  mengatakan bahwa tidak ada satu orangpun anggota dewan dari Komisi A yang membidangi pertanahan berada di tempat karena sedang melakukan kunjungan kerja. Saat dikonfirmasi kepada Hasrul Sani disebutkan bahwa seluruh anggota Komisi A sedang ke Makassar.

Dokumen yang disampaikan telah diterima untuk diteruskan kepada Komisi A. Namun tidak ada kejelasan kapan para anggota Komisi A tersebut kembali dan kapan diadakan pertemuan dengan warga. Melalui utusannya, massa mengatakan bahwa mereka akan datang dengan massa yang lebih besar dan akan membuat beberapa daerah di Sumatera Utara , khususnya Kabupaten Labuhan Batu menjadi Messuji kedua. [Ruchon Tiodo S]
http://mobile.seruu.com/kota/regional/artikel/kasus-pertanahan-di-labuhan-batu-berpotensi-jadi-mesuji-kedua

Ratusan Warga Nginap di Pendopo Polres Lab Batu

Kamis, 2 Agustus, 2012 

Ratusan warga Sei Siarti yang menginap di pendopo lapangan Ika Bina Rantauprapat.
RANTAU- Penahan 3 warga Sei Siarti di Mapolres Labuhanbatu berbuntut panjang. Ratusan warga yang menuntut 3 rekannya dibebaskan menuntut bersikeras akan melakukan aksi nginap di Pendopo Lapangan Ika Bina Rantauprapat yang berada tepat di depan Mapolres Labuhanbatu.
(Foto: Ist)  Ratusan warga Sei Siarti yang menginap di pendopo lapangan Ika Bina Rantauprapat.
Pantauan METRO sejak Selasa (31/7) hingga Rabu (1/8) ratusan warga menjadikan Pendopo Lapangan Ika Bina Rantauprapat sebagai tempat untuk menampung mereka. Warga juga mengajak anak istrinya untuk tidur beralaskan koran di lantai Pendopo Lapangan Ika Bina. Warga mengaku akan terus melakukan aksi menginap di Pendopo Lapangan Ika Bina hingga tiga rekan mereka dilepaskan.

“Kami akan tetap menginap di pendopo ini sampai polisi membebaskan 3 rekan kami yang ditahan. Karena ketiga rekan kami itu tidak ada mencuri sawit seperti yang dituduhkan kepada mereka,” kata Yeni (30) warga Sei Siarti. Senada dikatakan Edi (40) warga Desa Sei Siarti lainnya. Menurut Edi, seharusnya polisi tidak langsung menangkap 3 warga mereka melainkan menyelidiki terlebih dahulu kebenarannya.

“Kalau teman kami tidak dilepaskan, kami tidak akan pulang,” teriak pendemo.Kapolres Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan melalui Kasat Reskrim Polres Labuhanbatu AKP Wahyudi mengaku kasus ini masih dalam proses.  “Kasusnya masih dalam proses, namun kita tak bisa memenuhi tuntutan warga begitu saja untuk membebaskan rekan mereka. Semuanya ada prosedur yang berlaku,” kata Wahyudi.

Sementara Ketua DPRD Labuhanbatu Hj Ellya Rosa saat di Pendopo Lapangan Ika Bina mengatakan, DPRD sudah mencoba mendatangi Kapolres Labuhanbatu agar dapat membebaskan masyarakat yang ditahan Mapolres Labuhanbatu. Namun Kapolres Labuhanbatu tak dapat membebeskan ketiga warga tersebut. Pasalnya ketiga warga tersebut telah melakukan tindakan pidana pencurian.  “Namun saya tadi telah mencoba agar penahana ketiganya ditangguhkan. Hanya saja usulan saya ditolak Kapolres Labuhanbatu,” kata Ellya Rossa.

Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan warga Desa Sei Siarti, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhanbatu berunjuk rasa ke Mapolres Labuhanbatu, Senin (30/7). Mereka menuntut agar 4 teman mereka yang ditahan atas tuduhan mencuri tandan buah sawit milik pengusaha asal Medan Bambang Agus Winoto.

Menurut warga, sawit yang dipanen keempat temannya adalah sawit milik warga bukan milik Bambang. Edi (40) salah seorang warga mengatakan, sawit yang dipanen keempat rekan mereka bukan lah sawit dari lahan milik perkebunan pengusaha asal Medan melainkan sawit milik warga. Namun karena pihak pengusaha melalui kuasa hukumnya melaporkan kasus ini ke polisi, maka 4 warga Desa Sei Siarti langsung ditahan polisi. Menurut Edi seharusnya polisi tidak langsung menangkap 4 warga tersebut melainkan menyelidiki terlebih dahulu kebenarannya.

Senada dikatakan Rahmad (42). Menurut Rahmad, mereka akan terus menuntut polisi untuk membebaskan 4 teman mereka yang ditahan. Jika polisi tidak membebaskan teman mereka, maka warga akan menginap di Mapolres Labuhanbatu. “Kalau keempat teman kami tidak dilepaskan, kami tidak akan pulang,” teriak pendemo.

Kapolres Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan melalui Kasat Reskrim Polres Labuhanbatu AKP Wahyudi mengaku kasus ini masih dalam proses.  “Kasusnya masih dalam proses, namun kita tak bisa memenuhi tuntutan warga begitu saja untuk membebaskan rekan mereka. (cr2/cr1)
http://www.metrosiantar.com/2012/ratusan-warga-nginap-di-pendopo-ika-bina/

Sekber RA: Polri Sering Langgar HAM Terhadap Petani


Email
Kamis, 02 Agustus 2012 14:32
Starberita - Medan, Sekretariat Bersama Reforma Agraria (Sekber RA) mengecewakan dan menyayangkan tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara yang dinilai arogan dan brutal terutama dalam mengkriminalisasi petani, terkait dengan konflik tanah yang sistematis dan meluas yang terjadi di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara.

Hal tersebut diutarakan Sekber RA ketika melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (2/8). 

Dari pantauan Starberita, Sekber menilai, dalam 6 bulan terkahir tercatat setiap konflik yang terjadi, selalu ada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kepolisian, seperti yang terjadin pada Kelompok Tani Penghijauan di Labuhan Batu Utara, dimana pihak kepolisian melakukan penangkapan paksa terhadap puluhan petani. 

Selain itu, lanjut mereka (Sekber RA-Red) hal yang sama juga terjadi pada belasan rumah petani yang dirobohkan oleh Polres Labuhan Batu dikawasan Desa Tebing Linggahara Baru, Kecamatan  Bilah Barat, Kabupaten Labuhan Batu Utara.

Oleh karena itu, lanjutnya, mereka meminta agar kepolisian menghentikan dan mengusut tuntas pelaku kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap massa petani. Selain itu, mereka juga meminta agar Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melaksanakan Reforma Agraria sejati yang sesuai dengan UUPA No.5 Tahun 1960 dan meminta kepada Kapolda Sumut  Irjen Pol Wisnu Amat Sastro untuk mencopot Kapolres Labuhan Batu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan. (HSP/YEZ)
http://www.starberita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=67148:sekber-ra-polri-sering-langgar-ham-terhadap-petani&catid=37:medan&Itemid=457

Hutan Mangrove Jadi Kebun Sawit Capai 400 Ribu Hektare

Oleh Sapariah Saturi,  June 12, 2012 8:50 am
 A+ | A-
KONVERSI hutan bakau menjadi perkebunan sawit makin luas, di enam provinsi saja, sudah lebih dari 400 ribu hektare (ha).  Kondisi ini, tak hanya membahayakan ekosistem juga makin menyulitkan kehidupan masyarakat di pesisir pantai.

Berdasarkan data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) 2011,  konversi itu terjadi di Bangka Belitung 287.663 ha, Pulau Enggano (Bengkulu) 7.500 ha, dan pesisir Kabupaten Langkat dan Pulau Sedapan (Sumatera Utara) 20.100 ha. Lalu  Pulau Bawal (Kalimantan Barat)     3.500 ha, Pulau Seram (Maluku)30.000 ha serta Pulau Mentawai ( Sumatera Barat) 73.500 ha dengan total 422.263 ha.
Tajruddin Hasibuan, Presidium Nasional KNTI Regional Sumatera Utara (Sumut) mengatakan, konversi hutan mangrove menjadi perkebunan sawit berimplikasi terhadap penurunan kualitas dan penghidupan keluarga nelayan di Langkat.
Hutan mangrove di Kalimantan. Foto: Rhett Butler
“Bahkan tak jarang mereka beralih profesi dan meninggalkan kampung halaman. Ini karena daya dukung lingkungan memburuk. Ini berimplikasi pada sulit mencari mata pencaharian,” katanya, Selasa(12/6/12).  “Lebih parah lagi, kini ada tujuh nelayan dikriminalisasi.”
Temuan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Sumut, sejak 2006, kawasan hutan mangrove seluas 16.446 ha dikonversi menjadi perkebunan sawit.  Alih fungsi ini, oleh tiga perusahaan sawit, yakni UD Harapan Sawita dengan 1.000 ha, KUD Murni 385 ha, serta PT Pelita Nusantara Sejahtera seluas 2.600 ha.
Dampak aktivitas tiga perusahaan ini, masyarakat nelayan di enam desa kesulitan mencari sumber kehidupan seperti menangkap ikan. Keenam desa itu yakni, Perlis, Kelantan, Lubuk Kasih, Lubuk Kertang, Alur Dua, Kelurahan Barandan Barat dan Kelurahan Sei Bilah.
Kesulitan tambah parah kala perusahaan menutup paluh atau anak sungai antara lain, Burung Lembu, Terusan Habalan, Napal, dan Tanggung dengan diameter tiga sampai empat meter meter. Padahal, anak sungai ini tempat beranak-pinak ikan kakap, ikan merah, ikan kerapu, ikan senangin dan lain-lain.
Bagi nelayan, hutan mangrove adalah kehidupan, sumber daun nipah, kayu bakau, tempat berkembang ikan dan kepiting.
“Kerusakan ekosistem bakau berarti terancam sumber-sumber kehidupan mereka,” kata Mida Saragih, Deputi Sumber Daya Kiara.
Hutan mangrove dibersihkan untuk pengembangan agrikultur. Foto: Rhett Butler
Nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pun merehabilitasi hutan mangrove pasca konversi di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat.
“Ini patut diapresiasi dan negara perlu melindungi mereka dari ancaman kriminalisasi dan intimidasi perusahaan sawit perambah hutan,” ucap Mida.
Reklamasi juga terjadi di 10 wilayah dengan luas ekosistem pesisir yang terancam musnah lebih dari 5.775 ha. Masing-masing di Pantai Utara Jakarta, Pesisir Kota Semarang, Pantai Kenjeran Surabaya, Pantai Kalasey (Sulawesi Utara), dan Pantai Manakara (Sulawesi Barat).
Kemudian,  Teluk Palu (Sulawesi Tengah), Pantai Losari (Sulawesi Selatan), Teluk Lampung (Padang Bay City (Sumatera Barat) dan, Teluk Balikpapan (Kalimantan Timur).
Kiara bersama dengan KNTI regional Sumut mendesak negara atau pemerintah memaksimalkan peran  dalam melindungi ekosistem hutan mangrove. “Ini penting bagi keberlanjutan sumber daya perikanan di pesisir. “
http://www.mongabay.co.id/2012/06/12/hutan-mangrove-jadi-kebun-sawit-capai-400-ribu-hektare/