Selasa, 29 Maret 2011

35 LSM Tolak 20 Juta Ha Perkebunan Baru

Terkini Senin, 28 Mar 2011 23:05 WIB
35 LSM Tolak 20 Juta Ha Perkebunan Baru

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/03/28/26159/35_lsm_tolak_20_juta_ha_perkebunan_baru/

MedanBisnis-Medan. 35 lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Sumut yang konsen terhadap permasalahan perkebunan mendeklarasikan penolakan wacana pemerintah untuk membuka lahan baru seluas 20 juta hektar untuk perkebunan. Aksi penolakan ini disampaikan dalam deklarasi seratus tahun perkebunan sawit di Indonesia, di ruang Dharma Bakti Hotel Tiara Medan, Senin (28/3).
Seperti diketahui maret 2011 ini diperingati sebagai moment 100 tahun perkebunan sawit masuk ke Indonesia di Hotel Tiara, Medan. Momentum ini diperingati 2 kubu yang berbeda pandangan mengenai perkebunan sawit yang ada, yakni kubu para pengusaha kelapa sawit dan juga kubu LSM yang mengkritisi perkebunan sawit.

Adapun kubu LSM diisi oleh 35 LSM antara lain KPS, Lentera, Walhi Sumut, ELSAM, BITRA Indonesia, Sawit Watch, ELSAKA, Serikat Petani Indonesia, Sintesa, Gemawan Kalbar, Walhi Kaltim, Setara Jambi, JKMA Aceh, Jikalahari Riau, FOKKER LSM Papua, Green Peace dan ADS.

Ketua Komite Eksekutif Konferensi Alternatif 100 Tahun Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, Saurlin Siagian mengatakan, rencana pemerintah membuka lahan baru seluas 20 juta hektar untuk perkebunan kelapa sawit hanya akan menambah banyaknya persoalan yang terjadi antara masyarakat dengan pihak korporat."Dengan luas perkebunan 8 juta hektar seperti saat ini saja, banyak konflik yang timbul terutama antara korporat dengan masyarakat adat karena penyerobotan lahan," ujarnya.

Dikatakannya, peringatan 100 tahun perkebunan di Indonesia belum mampu memberikan pengaruh yang positif bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan pemberian upah dan biaya kesehatan yang rendah, menunjukkan sitem perbudakan masih berlaku. “Ini sangat merugikan masyarakat," katanya.

Pendapat bahwa ekspansi sawit akan menyerap tenaga kerja (buruh) dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan, dikatakan Saurlin, merupakan suatu kebohongan. Dari asumsi hitungan pemerintah kalau 20 juta hektar lahan perkebunan akan menyerap sekitar 10 juta buruh sangatlah jauh dari kenyataan. Fakta yang ditemukan dilapangan dalam 100 hektar lahan hanya menyerap sekitar 22 orang tenaga kerja, sehingga dengan 20 juta Hektar hanya mampu menyerap 4,4 juta buruh.

Praktek kuli kontrak dibangkitkan kembali dalam bentuk baru yaitu Buruh Harian Lepas (BHL), dan tukang berondolan yang bekerja setiap hari tanpa jaminan kerja bahkan tanpa ikatan kerja yang jelas.

"Mereka telah menyumbang sangat besar dalam upaya penunjang proses produksi, tapi mereka pula lah yang tidak memperoleh jaminan sosial sebagai pekerja," imbuhnya.

Hal senada disampaikan oleh Taufiq dari LSM Sintesa. Menurutnya konflik yang terjadi antara warga dengan korporat pemilik perkebunan juga sepertinya tidak mampu diredam oleh pemerintah dengan regulasi yang ada.

Justru regulasi dibidang perkebunan membuat potensi konflik semakin tinggi, karena didalamnya tidak ada batasan atau cluster untuk tanaman perkebunan di Indonesia.

Karena itu Forum Masyarakat Sipil Indonesia yang tergabung dalam Konferensi Alternatif Satu Abad Sawit meminta pemerintah menghentikan ekspansi perkebunan sawit, cabut Undang Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joefly J Bahroeny mengatakan, soal tudingan LSM hanya perlu ditanggapi dengan arif.

"Kita minta LSM yang ada harus memahami terlebih dahulu tentang semua kampanye negatif tersebut. Jangan terkontaminasi dari negara-negara pesaing yang memang tidak menginginkan Indonesia maju khususnya dalam produksi kelapa sawit," pungkasnya. (yuni naibaho)

Tidak ada komentar: