Senin, 16 Mei 2011

Ekspansi Sawit, Blunder ketiga

sumber : http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=26945

DISKUSI DI UTRECHT (3)
Ekspansi Perkebunan Sawit, Blunder Ketiga Penghancuran Hutan Tropis di Indonesia
Kamis, 12 Mei 2011 , 17:03:00 WIB
Laporan: A. Supardi Adiwidjaya

RMOL. Masalah agraria di Indonesia diperbincangkan juga di Utrecht, Belanda, dalam sebuah diskusi.

Bertempat di gedung sekolah Prinses Beatrixlaan No.2, Utrecht, diskusi tersebut digelar pada hari Minggu lalu (8/5). Salah satu pembicara utama yang hadir adalah dosen Universitas Darma Agung Medan, Saurlin Siagian. Saurlin sendiri sedang mengadakan penelitian di Den Haag.

Dalam diskusi tersebut, Saurlin membawakan makalah berjudul "Potret masalah Perkebunan Sawit di Indonesia." Isi dalam makalah tersebut mendapat perhatian serius dari para peserta diskusi. Merujuk pada arti penting masalah perkebunan sawit yang disampaikan Saurlin Siagian dalam makalahnya, Redaksi berkeinginan memuat isi makalah tersebut. Ini adalah bagian terakhir dari makalah tersebut.

***

BAKU bantah antara pengusaha perkebunan sawit dengan aktivis lingkungan tentang apakah perkebunan sawit berdampak terhadap perubahan iklim dengan memakai parameter yang berbeda-beda, tentunya kurang bijaksana. Sementara perdebatan itu masih belum usai, monokultur tidak terbantahkan menghancurkan biodiversity. Ekspansi perkebunan sawit disebut sebagai blunder ketiga penghancuran hutan tropis di Indonesia.

Kebijakan pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan izin Hutan Tanaman Industri (HTI) masing-masing disebut sebagai blunder pertama dan kedua. Hanya di satu kabupaten saja, Labuhan Batu Utara, penelitian Lentera (2011) menemukan setidaknya terdapat 20 perkebunan skala menengah dan besar yang berada di kawasan hutan.

Berbeda dengan data yang dikeluarkan pemerintah bahwa sisa hutan di Indonesia seluas 107,48 juta hektar, Walhi menyebut angka 64 juta hektar sebagai hasil dari penghancuran hutan antara 1,6 juta hektar hingga 1,17 juta hektar pertahun.

Masalah Sosial Perburuhan

Penelitian di Sumatera Utara, terdapat setidaknya 80.000 dari 236.000 buruh yang bekerja tanpa jaminan sosial, atau yang dikenal dengan buruh harian lepas. Kondisi kesehatan yang sangat buruk, perumahan yang tidak memadai, dan
pendidikan yang sangat rendah. Mereka juga tidak tergabung dalam serikat buruh perkebunan.

Selain itu, serikat buruh yang ada di perkebunan tidak berpihak terhadap kepentingan buruh, tetapi kepada kepentingan pengusaha. Seperti SP BUN yang ada di perkebunan perkebunan Sumatera Utara.

Beberapa kasus ditemukan, bila buruh terlibat organisasi buruh yang tidak dikehendaki perusahaan, mereka akan dipecat atau dimutasi, seperti yang terjadi di PTPN III, kebun Marbo Selatan, di Labuhan Batu.

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan.

Pertama, membangun kemandirian dan kedaulatan petani melalui koperasi petani. Cooperative rice farming versus Rice Estate atau menggunakan istilah Soekarno: "Kaum marhaen, bersatulah."

Kedua, menghentikan rencana ekspansi 22 juta hektar untuk korporasi sawit. Rakyat harus menjadi pemilik, atau setidaknya pihak penentu dalam perkebunan sawit yang ada sekarang seluas sekitar delapan juta hektar di Indonesia.

Ketiga, menolak masterplan rezim SBY yang mematikan petani.

Keempat, memperbaiki nasib buruh damn memastikan buruh mendapatkan hak hak dasar seperti gaji dan jaminan sosial. (Habis)

Tidak ada komentar: