Selasa, 26 Juni 2007

SSA kuasai pearaja

HKBP SSA-AP KUASAI KEMBALI KANTOR PUSAT HKBP DI PAERAJA, TARUTUNG
MEDAN (SiaR, 11/10/98), Setelah berjuang kurang lebih 6 tahun, HKBP SSA-AP (Setia Sampai Akhir terhadap Peraturan & Aturan) pimpinan Ephorus Pendeta SAE Nababan, akhirnya berhasil merebut kembali Kantor Pusat HKBP dan Kompleks Perumahan HKBP di Paeraja, Tarutung, Tapanuli Utara.
Pengambilahan kembali kantor Pusat HKBP Paeraja yang sejak 16 Januari 1993 dikuasai kelompok SAI Tiara pimpinan Pendeta PWT Simanjuntak, Dilakukan oleh mahasiswa, pemuda serta warga jemaat yang tergabung dalam Forum Keprihatinan Warga (FKW) Jumat (9/10) lalu sekitar pukul 06.30 WIB.
Mahasiswa, pemuda dan unsur FKW yang berjumlah 130 orang, berhasil mengusir Satgas SAI Tiara yang berjumlah sekitar 35 orang. Baku hantam tak terhindarkan. Ada 5 orang dari Satgas SAI Tiara yang berhasil ditangkap Kelompok SSA-AP. Namun seorang berhasil melarikan diri. Sedang 4 orang langsung diserahkan ke RSU Tarutung, mereka yaitu: Darwin Napitupulu (warga Katolik asal Kutacane), Jan Henry Tampubolon (GKPP Kutacane), Guru Afdol Berton Silaban (Guru Jemaat HKBP Ramonia) dan Bintang Pane (Pelajar STM HKI Tarutung).
Pukul8.15 WIB ratusan Satgas SAI Tiara mencoba merebut kembali Kantor Pusat HKBP, banyak di antara anggota Satgas SAI Tiara yang mengenakan topeng a la Ninja Jepang. Aksi saling melempar batu dan bom molotov tak terhindarkan. Tidak berselang lama, datang puluhan aparat keamanan sehingga pertempuran yang lebih seru dapat diredam.
Pada Sabtu (10/10) lalu menjelang subuh dini hari, sekitar pukul 04.00 WIB, anggota Satgas SAI Tiara melakukan penyerbuan kembali. Namun penyerbuan tersebut dapat lagi dipatahkan pihak SSA-AP. Pukul 05.30 WIB, sekitar 500 anggota Satgas SAI-Tiara melakukan penyerbuan kembali. Pada serbuan kali ini, mereka berhasil menerobos penjagaan SSA-AP. Tapi ketika hendak mendekati Gedung Kantor Pusat HKPB, kelompok SSA-AP berhasil menghalau Satgas SAI Tiara.
Aksi pengambilalihan Kantor Pusat HKBP di Paeraja, tidak saja menimbulkan korban luka-luka pada keduabelah pihak, namun juga meminta korban nyawa dari pihak SAI-Tiara. Seorang pendeta SAI Tiara yaitu Pendeta Mangontang Rajagukguk pada hari pertama pengambilalihan yang dilakukan kelompok SSA-AP, mengalami luka bacok. Pendeta Mangontang Rajagukguk menghembuskan napasnya pukul 09.00 WIB di RSU Tarutung. Sebuah sumber di Kantor (sementara) HKBP SSA-AP di Pematang Siantar menyebutkan bahwa tewasnya Pdt. Mangontang Radjagukguk tidak disebabkan luka bacokan.
"Tapi Mangontang tewas karena ketika melarikan diri, diduga dia melompat ke jurang terjal yang terletak persis di belakang rumah yang selama ini didiami Pendeta PWT Simanjuntak," ujar sumber tersebut.
Pihak SSA-AP sendiri mengatakan, bahwa hingga kini, jumlah warga jemaat yang bergabung dengan mahasiswa, pemuda dan FKW sudah berjumlah sekitar 600 orang. Mereka bernyanyi, bersekutu dan mengadakan kebaktian bersama.
Kisruh di tubuh HKBP, sebuah gereja protestan tertua di Indonesia yang mempunyai jemaat sekitar 2,5 juta itu, bermula ketika pada tahun 1992 muncul Skep (Surat Keputusan) Bakorstanasda Sumbagut No 3/Stada/XII/1992 tentang Penunjukan Pejabat Ephorus HKBP yang ditandatangani oleh Ketua Bakorstanasda Sumbagut Mayjen TNI R Pramono. Sudah tentu munculnya Skep Bakorstanasda Sumbagut tersebut mengundang tanda tanya besar. Soalnya selama 130 tahun lebih, baru kali itulah terjadi di tubuh HKBP bahwa instansi di luar gereja mengeluarkan Skep pengangkatan pejabat Ephorus.
Selain melecehkan AD/ART HKBP, Skep itu juga akhirnya menimbulkan rentetan tindak kekerasan seperti teror, intimidasi, penangkapan secara sewenang-wenang dan penganiayaan yang harus dialami warga jemaat dan pendeta yang menolak campur tangan militer tersebut.
Pihak yang menolak Skep, belakang dikenal dengan sebutan HKBP SSA-AP di bawah pimpinan Ephorus Pendeta SAE Nababan. Sedang pihak yang menerima Skep Bakorstanasda kemudian dikenal sebagai HKBP SAI Tiara (Sinode Agung Istimewa yang dilaksanakan di Hotel Tiara Medan dibawah kawalan ketat pihak militer). Sejak itu, terjadi bentrok fisik yang berdarah-darah. Dari catatan yang ada, tercatat 5 orang tewas dalam pertikaian tersebut, 2 orang dari kelompok SAI Tiara, dan 3 orang dari SSA-AP. Korban luka fisik dan harta, jangan tanya lagi.
Sampai akhirnya pada September terbetik kabar bahwa antara SSA-AP dan SAI Tiara akan terjadi perdamaian. Maklum, bulan Oktober ini, masa jabatan SAE Nababan dan PWT Simanjuntak sama-sama akan habis. Untuk itu ada rencana membuat Sinode Agung (SI) bersama. Menurut sebuah sumber, pihak SSA-AP menginginkan Panitia SI merupakan gabungan dari kedua kubu. Mereka melaksanakan SI dan memilih fungsionaris yang baru. Setelah terbentuk fungsionaris baru, kemudian bisa diadakan Sinoder Kerja atau Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban PWT Simanjuntak dan SAE Nababan.
Pihak SAI Tiara mengusulkan agar pada waktu SI, baik SAE Nababan maupun PWT Simanjuntak mempertanggungjawabkan dihadapan masing-masing kelompoknya. Baru setelah itu dibentuk panitia SI dan memilih fungsionaris baru.
Pihak SAE Nababan kabarnya tidak setuju dengan usulan SAI Tiara, karena dengan demikian kesalahan kelompok SAI Tiara yang menerima Skep Bakorstanasda Sumbagut serta ekses-ekses yang ditimbulkan, seolah menguap begitu saja. Pihak SSA-AP tetap menuntut, walau rekonsialisasi terjadi dengan pihak SAI Tiara, namun tuntutan hukum berjalan terus. Karena terjadi deadlock, maka kelompok SSA-AP, yang dimotori mahasiswa, pemuda dan unsur FKW akhirnya mengambilalih kembali Kompleks Kantor Pusat HKBP Paeraja, Tarutung.***
---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist

Tidak ada komentar: