Jumat, 20 Juli 2012

Penyelesaian Tak Tuntas, Potensi Konflik Tinggi


Jakarta, Kompas  - Konflik agraria berpotensi kembali meletup di sejumlah daerah di Indonesia. Ketidakseriusan menuntaskan akar masalah dan pemenuhan hak masyarakat tampak dalam tindakan pemerintah.
 
Peninjauan ulang luasan perkebunan atau pertambangan menjadi salah satu solusi untuk menekan konflik. Hal ini bisa membuka data dan mendudukkan permasalahan secara benar dan menyentuh inti sengketa.
 
Deputi Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) DD Shineba, Selasa (17/7), di Jakarta, mengatakan, masyarakat semakin bosan menunggu pemerintah melaksanakan reformasi agraria yang diamanatkan UU 1960 tentang Pokok Agraria.
Dalam setahun ini mencuat konflik perebutan lahan antara warga dan perusahaan. Di Mesuji (Lampung), Bima (NTB), Jambi, serta Ogan Ilir (Sumatera Selatan), konflik mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka. KPA menerima 160 laporan kasus agraria pada 2012. Satu semester ini terdapat 60 laporan serupa.
 
Sebagian konflik merupakan peninggalan izin-izin yang diterbitkan era pemerintahan Orde Baru. Namun, pada era Reformasi, pemberian izin tanpa persetujuan warga juga terjadi.
Shineba menyebutkan, ketidaktahuan masyarakat membuat investor leluasa mencaplok lahan. Padahal, perusahaan hanya membawa izin lokasi atau izin prinsip yang bukan legalitas untuk membuka lahan/hutan.
 
Wahyu Agung Perdana dari Serikat Petani Indonesia menambahkan, pemerintah atau perusahaan cenderung mengerahkan aparat TNI/Polri dengan dalih pengamanan saat menghadapi protes warga. Ia menekankan, pemerintah/perusahaan harus terbuka bernegosiasi tanpa mengulur-ulur waktu.
Kecenderungan lain, kata dia, warga yang berkonflik disarankan menempuh jalur hukum saat berkonflik. Namun, masyarakat kecil sulit mengakses dan mendapatkan keadilan. Di sisi lain, Wahyu menyebutkan, sebuah kasus agraria di Jember yang diputus Mahkamah Agung tahun 1992 hingga kini tak dieksekusi.
 
Di Ogan Ilir, kemarin sore, kembali terjadi pembakaran alat berat PT Perkebunan Nusantara VII Unit Cinta Manis. Hal ini disinyalir terkait konflik lahan. Senin, perwakilan warga menemui pejabat di Kementerian Badan Usaha Milik Negara, tetapi pembicaraan buntu.  (ICH)
 

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/07/18/03330931/penyelesaian.tak.tuntas.potensi.konflik..tinggi

Tidak ada komentar: