Senin, 28 Maret 2011 00:37 | Oleh Kartini Zalukhu | | |
Medan, suarausu-online.com – Keuntungan besar yang diperoleh sawit didapat dari penghancuran hutan, ketersediaan lahan petani skala kecil dan eksploitasi tenaga buruh yang terjerat dalam arus kemiskinan merupakan ciri pengelolaan sawit saat ini. Hal tersebut dipaparkan Saurlin Siagian, Ketua Panitia Konferensi Alternatif Satu Abad Perkebunan Kelapa Sawit di di Balai Rasa Sayang 2, Hotel Polonia, Minggu (26/3).
Menurutnya, aksi para pemilik modal dalam pengelolaan kelapa sawit sudah jauh dari yang diharapkan. “Kelapa sawit sahabat Gabungan Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), bukan rakyat,” tandasnya. Gindo Nadapdap, selaku steering commite mengatakan ekspansi sawit yang dilakukan para pengusaha sawit merusak dan mengancam ketersediaan lahan bagi petani skala kecil. “Sangat perlu dipertanyakan, kelapa sawit untuk kemakmuran rakyat atau tidak?”
Menurut Ishak Damanik, masyarakat harus berdaulat dan gotong royong dalam mengadapi masalah bersama ini. “Keadilan sosial dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit akan didapatkan jika kita bersatu padu meluruskannya,” terang Koordinator Lapangan Aliansi solidaritas Kaum Tani Indonesia Sewilayah Teluk Aru ini.
Konferensi ini dimaksudkan untuk menyikapi Perayaan 100 Tahun Eksistensi Perkebunan Kelapa Sawit yang diadakan GAPKI pada Senin (28-30/3) di Hotel Tiara Convention Hall. Di akhir acara akan diadakan perumusan deklarasi bersama untuk memperjelas posisi masyarakat dan lembaga-lembaga terkait dalam penyelamatan lahan dan orang-orang yang telah menjadi korban kapitalisme pemilik modal di perkebunan kelapa sawit.
Senin, 28 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar