Jakarta,
Kompas - Konflik agraria berpotensi kembali meletup di sejumlah daerah
di Indonesia. Ketidakseriusan menuntaskan akar masalah dan pemenuhan
hak masyarakat tampak dalam tindakan pemerintah.
Peninjauan
ulang luasan perkebunan atau pertambangan menjadi salah
satu solusi untuk menekan konflik. Hal ini bisa membuka data dan
mendudukkan permasalahan secara benar dan menyentuh inti sengketa.
Deputi
Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) DD Shineba,
Selasa (17/7), di Jakarta, mengatakan, masyarakat semakin bosan menunggu
pemerintah melaksanakan reformasi agraria yang diamanatkan UU 1960
tentang Pokok Agraria.
Dalam
setahun ini mencuat konflik perebutan lahan antara warga dan
perusahaan. Di Mesuji (Lampung), Bima (NTB), Jambi, serta Ogan Ilir
(Sumatera Selatan), konflik mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka. KPA
menerima 160 laporan kasus agraria pada 2012. Satu semester ini
terdapat 60 laporan serupa.
Sebagian
konflik merupakan peninggalan izin-izin yang diterbitkan era
pemerintahan Orde Baru. Namun, pada era Reformasi, pemberian izin tanpa
persetujuan warga juga terjadi.
Shineba
menyebutkan, ketidaktahuan masyarakat membuat investor leluasa
mencaplok lahan. Padahal, perusahaan hanya membawa izin lokasi atau izin
prinsip yang bukan legalitas untuk membuka lahan/hutan.
Wahyu
Agung Perdana dari Serikat Petani Indonesia menambahkan, pemerintah
atau perusahaan cenderung mengerahkan aparat TNI/Polri dengan dalih
pengamanan saat menghadapi protes warga. Ia menekankan,
pemerintah/perusahaan harus terbuka bernegosiasi tanpa mengulur-ulur
waktu.
Kecenderungan
lain, kata dia, warga yang berkonflik disarankan menempuh jalur hukum
saat berkonflik. Namun, masyarakat kecil sulit mengakses dan mendapatkan
keadilan. Di sisi lain, Wahyu menyebutkan, sebuah kasus agraria di
Jember yang diputus Mahkamah Agung tahun 1992 hingga kini tak
dieksekusi.
Di
Ogan Ilir, kemarin sore, kembali terjadi pembakaran alat berat PT
Perkebunan Nusantara VII Unit Cinta Manis. Hal ini disinyalir terkait
konflik lahan. Senin, perwakilan warga menemui pejabat di Kementerian
Badan Usaha Milik Negara, tetapi pembicaraan buntu. (ICH)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/07/18/03330931/penyelesaian.tak.tuntas.potensi.konflik..tinggi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar