(dok/ist)
Konflik Agraria Picu Krisis Sosial
Web Warouw | Rabu, 13 Juni 2012 - 14:51:15 WIBMeski sudah ada UU agraria, konflik masih saja terus terjadi.
JAKARTA - Konflik
agraria yang berkepanjangan akan memicu krisis sosial yang kronis.
Ini karena penduduk desa akan terdorong untuk bermigrasi ke wilayah
baru, termasuk berpindah ke perkotaan.
“Konflik yang
panjang akan menciptakan krisis sosial yang kronis yang akan
mendorong penduduk desa bermigrasi ke wilayah baru untuk mencari
tanah pertanian baru atau pergi ke kota menjadi kaum miskin
perkotaan,” ujar aktivis tani lulusan Universitas Berkeley, Amerika
Serikat yang juga ahli pembaharuan agraria Institut Pertanian Bogor
(IPB), Noer Fauzi Rachman belum lama ini di Dewan Pertimbangan
Presiden (Wantimpres).
Menurutnya, konflik agraria antara lain
dipicu pemberian izin dan hak oleh pejabat publik dari Menteri
Kehutanan, Menteri ESDM, Kepala BPN, gubernur dan bupati yang
memasukkan tanah kelola milik rakyat tani serta adat setempat ke
dalam konsesi badan usaha raksasa untuk produksi, ekstraksi, maupun
konservasi.
Dia mengatakan, penggunaan kekerasan
oleh aparat, manipulasi, dan penipuan dalam pengadaan tanah skala
besar untuk berbagai proyek pembangunan serta usaha raksasa
menimbulkan perlawanan langsung karena rakyat kehilangan tempat
tinggal dan akses atas tanah sebagai alat produksi.
“Ini memperluas
artikulasi konflik agraria ke bentuk-bentuk konflik etnis, agama,
antar kampung dan antar penduduk asli dan pendatang,” kata dia.
Bakar Diri
Sementara itu, di Kabupaten Meranti,
Riau, enam petani Pulau Padang sedang bersiap-siap akan melakukan
aksi bunuh diri di depan Istana Negara, Jakarta, karena konflik lahan
mereka dengan sebuah perusahaan.
"Kami sedang siap-siap bakar diri
sebagai bagian dari perjuangan kami, kalau pemerintah tidak mau
mengurus kami," ujar Mohammad Ridwan dari Meranti, Riau,
mewakili lima kawan lainnya yang akan melakukan serupa di depan
Istana Merdeka.
Rakyat Pulau Padang menuntut blok Pulau
Padang seluas 41.205 ha dikeluarkan dari areal konsesi Hutan Tanaman
Industri PT Riau Andalan Pulp and Papers (RAPP).
Sementara itu, massa dari Kelompok Tani
Torang Jaya Mandiri (KTTJM), Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara
melakukan aksi mogok makan dan jahit mulut di depan Gedung DPRD
Provinsi Sumatera Utara. Sampai hari ini sudah ada dua petani yaitu
Norman Sidabutar (36) dan H Silitonga (32)
melakukan aksi jahit mulut. Sebelumnya mereka melakukan mogok makan yang sudah sudah dilakukan sejak 6 Juni lalu. Tercatat sudah tiga peserta mogok makan yang terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena kondisi kesehatan memburuk.
melakukan aksi jahit mulut. Sebelumnya mereka melakukan mogok makan yang sudah sudah dilakukan sejak 6 Juni lalu. Tercatat sudah tiga peserta mogok makan yang terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena kondisi kesehatan memburuk.
“Aksi jahit mulut
sampai hari ini sudah dua orang. Setiap hari akan bertambah satu
orang sampai tuntutan kami direspons DPRD dan pemerintah,” kata
Thamrin Simatupang dari Medan, Sumatera utara mewakili 350 keluarga.
Aksi mogok makan dan jahit mulut
tersebut merupakan bentuk protes warga di Kecamatan Barumun Tengah,
Kabupaten Padang Lawas. Rakyat tani dari Kabupaten Padan Lawas
melawan perampasan tanah mereka yang luasnya sekitar 1.500 hektare
oleh dua perusahaan perkebunan, PT Sumatera Riang Lestari (SRL), dan
PT Sumatera Silva Lestari (SSL).
Penyerobotan warga oleh kedua
perusahaan itu juga diikuti dengan tindakan membakar rumah dan
merusak tanaman perkebunan milik warga. Mereka menuntut DPRD Sumut
menuntaskan masalah itu dan melepaskan seorang koleganya yang ditahan
Polres Tapanuli Selatan
Selain itu, rakyat dari Desa Marendal,
Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, menuntut tanah seluas 172
ha yang saat ini dirampas secara paksa oleh PT Mitra Karya
Pembangunan Lestari dipakai untuk pembangunan perumahan elite.
“Kami akan terus
memperjuangkan hak-hak kami karena hanya tanah ini yang menjadi milik
kami. Kami tidak akan membiarkan tanah kami dirampas,” ujar Ibu
Simamora dari Kelompok Tani 7179 Marendal mewakili 1.000 keluarga.
Di kabupaten yang
sama, Kelompok tani dari desa Helvitia, Kecamatan Medan Deli, juga
menuntut tanah seluas 74 Ha yang dirampas oleh PT ACR (Agung Cemara
Reality) yang akan segera membangun perumahan elite.
(Sinar Harapan)
http://www.shnews.co/detile-3212-konflik-agraria-picu-krisis-sosial.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar