LONDON - Perusahaan multinasional Unilever memutus kontrak kerjanya dengan Sinar Mas Group sebagai pemasok CPO (crude palm oil atau minyak sawit mentah) kemarin (11/12).
Ini terjadi setelah Kamis (10/12) LSM lingkungan Greenpeace membeberkan bukti baru penebangan hutan ilegal untuk dijadikan kebun kelapa sawit yang dilakukan tiga anak perusahaan Sinar Mas Group. Yaitu, PT Kartika Prima Cipta, PT Paramitha Internusa Pratama, dan PT Persada Graha Mandiri.
''Kami telah mendengar tudingan serius yang dilayangkan kepada Sinar Mas. Tidak ada pilihan lain bagi kami kecuali menghentikan kerja sama dagang dengan mereka,'' papar Gavin Neath, wakil direktur komunikasi Unilever, kepada harian yang terbit di London, The Times.
Sebelumnya, kata dia, Unilever memang menerima laporan pelanggaran oleh mitranya tersebut. Tapi, perusahaan itu memilih tetap bekerja sama sembari mendesak Sinar Mas Group menghentikan aksinya.
Sayangnya, lanjut Neath, pendekatan tersebut gagal. Padahal, Unilever sudah bertekad hanya menggunakan minyak sawit yang dihasilkan oleh lahan bersertifikat. ''Rencananya, kami total menerapkan kebijakan itu mulai 2015,'' ungkapnya.
Saat ini, 85 persen kebutuhan minyak sawit Unilever masih dipasok dari lahan-lahan sawit tanpa sertifikat. Kendati demikian, mereka tetap tidak bisa menoleransi pelanggaran oleh Sinar Mas Group.
Menurut The Times, Unilever mengambil tindakan tegas tersebut setelah disodori sejumlah foto yang menunjukkan pembalakan liar Sinar Mas Group. Konon, tiga anak perusahaan Sinar Mas itu membabat hutan hujan tropis yang dilindungi pemerintah Kalimantan Timur. Aksi nekat tiga perusahaan tersebut juga mengancam populasi orang utan yang menghuni hutan itu. Pelanggaran tersebut dilaporkan Greenpeace kepada Unilever sejak dua tahun lalu.
''(Unilever) membatalkan kontrak tahunan yang nilainya mencapai GBP 20 juta (sekitar Rp 307,45 miliar) dengan perusahaan tersebut,'' papar The Times dalam edisi online-nya kemarin.
Dengan keputusan tersebut, lanjut Neath, perusahaan Inggris-Belanda itu mewujudkan janjinya untuk memberi teladan bagi perusahaan lain dalam misi perlindungan hutan. Apalagi, Unilever tercatat sebagai pemimpin Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Organisasi independen tersebut sengaja didirikan untuk memerangi pembalakan liar. Ironisnya, Sinar Mas Group pun tercantum sebagai salah satu anggota RSPO. Kontroversi seperti itulah yang membuat RSPO sering menuai protes. Forum internasional tersebut lantas dianggap tidak bertaji karena gagal menertibkan anggotanya dalam menunaikan misi yang mereka emban.
Menanggapi keputusan Unilever itu, Sinar Mas Group langsung mengecam Greenpeace. ''Yang dilakukan Greenpeace tidak semata-mata murni untuk lingkungan. Kami menganggap ada penumpang gelap yang membonceng Greenpeace,'' ujar Managing Director Sinar Mas Group Gandhi Sulistyanto kepada Detik.com kemarin.
Dia mengungkapkan, Greenpeace memang membeberkan data-data tersebut kepada para pembeli CPO Sinar Mas. Menurut dia, ada sebagian perusahaan internasional tersebut yang menanggapi, namun sebagian lainnya tidak menanggapi.
''Terus terang, buyer kami semua memang didatangi Greenpeace, ditakut-takuti. Ada yang menanggapi, ada yang tidak. Unilever sementara menyatakan akan mempertimbangkan atau melihat lebih lanjut apa yang disampaikan Greenpeace. Tapi, buyer lain mengatakan yang disampaikan Greenpeace tidak betul,'' tegasnya.
Gandhi menyayangkan langkah-langkah Greenpeace yang dinilai bisa menghambat perekonomian nasional tersebut. Dia pun menuding ada pesaing yang membonceng Greenpeace.
''Usaha Greenpeace ini menghambat perekonomian nasional. Saya khawatir ada titipan dari pesaing kita di global. Harusnya bangsa Indonesia curiga,'' ujarnya. (hep/ttg)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar