Senin, 11 Juni 2012
Kapolda Sumut : Makanya Sebelum Berbuat Berfikir Dulu
Laporan Wartawan Tribun Medan / Feriansyah Nasution
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kapolda Sumut Irjen Wisjnu Amat Sastro menanggapi 'dingin' permintaan warga Desa Sei Mencirim, Kutalimbaru untuk membebaskan enam warga mereka.
Usai shalat Jumat, Wisjnu didampingi beberapa pejabat utama mendatangi pengunjukrasa yang masih berada di Lapangan KS Tubun. Sesaat bertemu itu, para pengunjuk rasa kaum ibu-ibu itu langsung berkeluh kesah dan meminta Wisjnu membebaskan enam warga mereka. Jawaban mengecewakan kembali diterima warga.
Wisjnu yang datang masih memakai baju koko putih dan kopiah dengan tegas menyampaikan, unjuk rasa serta masukan sudah diterima pihaknya dengan baik. Mendengar desakan pengunjuk rasa meminta bebaskan enam warga mereka, Wisjnu tersulut berang dan 'berceramah' panjang.
"Apa yang jadi masukannya kami tampung. Tapi minta dikeluarkan, tidak bisa, ini ada hukumnya. Kalau tidak mau ikuti aturan disini, jangan tinggal di republik ini. Semuanya ini ada aturannya," ketus Wisjnu dengan wajah tampak memerah.
"Makanya, sebelum berbuat itu berpikir. Kita tahu ibu-ibu ini rakyat susah, karena susah makanya jangan buat masalah," ucapnya lagi didepan massa. Mendengar itu para pengunjuk rasa nyeletuk, masing-masing mengeluarkan omelandan riak suara.
"Dengarkan dulu saya bicara, jangan teriak-teriak," ujar Wisjnu. Saat pengunjuk rasa diam, Jenderal bintang tiga ini melanjutkan 'ocehannya'.
"Ibu kemari mau apa?, unjuk rasa?, sudah kami terima, apalagi. Masukan sudah kami tampung semuanya, ya sabarlah kami masih periksa, kan begitu," ujarnya.
"Ini negara bukan datang ramai-ramai bubar, ngak ada, ya. Karena kami digaji oleh kalian untuk menegakkan hukum itu. Selama ini sudah kebabalasan, kumpul 1000 orang, lantas bubar, oh nggak bisa," ujarnya lagi.
Masih Wisjnu. "Kalau ada yang dibacok terus besoknya demo dan minta dilepaskan, terus dilepaskan, untuk apa ada polisi. Kita tetap akan proses, sekarang sedang kita periksa, terimakasih," akhir Wisjnu sambil berlalu meninggalkan massa menuju ruang kerjanya. Massa hanya terdiam mendengar kalimat demi kalimat dilontarkan Wisjnu.
Sebelumnya, Jumat (8/6/2012) sejak pukul 12.00 WIB, pengunjuk rasa dari warga Desa Sei Mencirim melakukan protes. Massa meminta enam warga yang ditahan polisi terkait bentrok 22 Mei lalu di Kebun Sei Semayang, segera dibebaskan. Keenam warga yang ditangkap dan ditahan polisi, yaitu Arifin Keliat, Zakaria, Alfian, Jabarrudin alias Udin Kakek, Supriadi alias Gomloh dan Edi. Massa membubarkan diri pukul 16.00 WIB. (fer)
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kapolda Sumut Irjen Wisjnu Amat Sastro menanggapi 'dingin' permintaan warga Desa Sei Mencirim, Kutalimbaru untuk membebaskan enam warga mereka.
Usai shalat Jumat, Wisjnu didampingi beberapa pejabat utama mendatangi pengunjukrasa yang masih berada di Lapangan KS Tubun. Sesaat bertemu itu, para pengunjuk rasa kaum ibu-ibu itu langsung berkeluh kesah dan meminta Wisjnu membebaskan enam warga mereka. Jawaban mengecewakan kembali diterima warga.
Wisjnu yang datang masih memakai baju koko putih dan kopiah dengan tegas menyampaikan, unjuk rasa serta masukan sudah diterima pihaknya dengan baik. Mendengar desakan pengunjuk rasa meminta bebaskan enam warga mereka, Wisjnu tersulut berang dan 'berceramah' panjang.
"Apa yang jadi masukannya kami tampung. Tapi minta dikeluarkan, tidak bisa, ini ada hukumnya. Kalau tidak mau ikuti aturan disini, jangan tinggal di republik ini. Semuanya ini ada aturannya," ketus Wisjnu dengan wajah tampak memerah.
"Makanya, sebelum berbuat itu berpikir. Kita tahu ibu-ibu ini rakyat susah, karena susah makanya jangan buat masalah," ucapnya lagi didepan massa. Mendengar itu para pengunjuk rasa nyeletuk, masing-masing mengeluarkan omelandan riak suara.
"Dengarkan dulu saya bicara, jangan teriak-teriak," ujar Wisjnu. Saat pengunjuk rasa diam, Jenderal bintang tiga ini melanjutkan 'ocehannya'.
"Ibu kemari mau apa?, unjuk rasa?, sudah kami terima, apalagi. Masukan sudah kami tampung semuanya, ya sabarlah kami masih periksa, kan begitu," ujarnya.
"Ini negara bukan datang ramai-ramai bubar, ngak ada, ya. Karena kami digaji oleh kalian untuk menegakkan hukum itu. Selama ini sudah kebabalasan, kumpul 1000 orang, lantas bubar, oh nggak bisa," ujarnya lagi.
Masih Wisjnu. "Kalau ada yang dibacok terus besoknya demo dan minta dilepaskan, terus dilepaskan, untuk apa ada polisi. Kita tetap akan proses, sekarang sedang kita periksa, terimakasih," akhir Wisjnu sambil berlalu meninggalkan massa menuju ruang kerjanya. Massa hanya terdiam mendengar kalimat demi kalimat dilontarkan Wisjnu.
Sebelumnya, Jumat (8/6/2012) sejak pukul 12.00 WIB, pengunjuk rasa dari warga Desa Sei Mencirim melakukan protes. Massa meminta enam warga yang ditahan polisi terkait bentrok 22 Mei lalu di Kebun Sei Semayang, segera dibebaskan. Keenam warga yang ditangkap dan ditahan polisi, yaitu Arifin Keliat, Zakaria, Alfian, Jabarrudin alias Udin Kakek, Supriadi alias Gomloh dan Edi. Massa membubarkan diri pukul 16.00 WIB. (fer)
Penulis : Feriansyah
Editor : Muhammad Tazli
Sumber : Tribun Medan
http://medan.tribunnews.com/2012/06/08/kapolda-sumut-makanya-sebelum-berbuat-berfikir-dulu
Minggu, 10 Juni 2012
Masyarakat Adat dan Perjuangan Tanah-Airnya
Senin,11 Juni 2012
Oleh Noer Fauzi Rachman
Beberapa waktu lalu, di Tobelo, Halmahera Utara, berlangsung Kongres Masyarakat Adat Nusantara IV.
Masyarakat
adat dari berbagai penjuru Nusantara yang tergabung dalam Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara berkumpul, berdiskusi, bersidang membahas
berbagai permasalahan yang dihadapi. Mereka menuntut negara mengakui
eksistensi masyarakat adat dan memastikan hak-hak dasar
keberlanjutannya, satu hal yang telah dijamin konstitusi.
Masyarakat
adat punya karakteristik khusus sebagai kelompok penduduk
pedesaan-pedalaman. Mereka hidup dalam suatu wilayah secara
turun-temurun dan terus-menerus, dengan sistem kebudayaan dan
aturan-aturan adat khas yang mengikat hubungan sosial di antara berbagai
kelompok sosial di dalamnya. Selain ditentukan oleh cara masyarakat
adat itu mengidentifikasi diri, mereka juga diikat melalui cara
pihak-pihak lain, terutama negara dan perangkatnya.
Berjuang untuk pengakuan
Sejak
pembentukannya pada 1999, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
telah mengakhiri perjuangan diam-diam dari masyarakat adat dan tampil
secara terbuka dengan cara bergerak yang high profile. Perjuangan itu
dijiwai moto: ”Kalau negara tak mengakui kami, kami pun tak akan
mengakui negara”.
Tuntutan
AMAN untuk diakui perlahan mewujud dalam gerak perjuangannya. AMAN
berhasil mengangkat wacana adat, hukum adat, dan masyarakat adat.
Hal
ini terlihat ketika, misalnya, para pejabat di Kementerian Kehutanan
menyadari upaya AMAN mengadvokasi kedudukan dan hubungan
masyarakat adat dengan kawasan hutannya sepanjang berlakunya UU No
41/1999 tentang Kehutanan. Termasuk advokasi melalui pembuatan draf
Peraturan Menteri Kehutanan tentang Hutan Adat. Tuntutan AMAN juga
menuai hasil ketika Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional mengeluarkan Permenag No 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Komunitas
dan organisasi adat anggota AMAN juga berjuang di desa. Mereka
melakukan klaim, baik melalui pendudukan kembali dan aksi-aksi
konfrontasi langsung lainnya maupun negosiasi untuk mengambil kembali
tanah dan kekayaan alam di wilayah yang dipersengketakan dengan
badan-badan usaha produksi maupun konservasi. Ketika pemerintah
mengimplementasikan kebijakan desentralisasi, di sejumlah kabupaten
mulai dari Aceh, Tapanuli Utara, Solok, Liwa, Kutai, Sanggau, Solok,
Paser,
Donggala, Toraja, Lombok Utara, hingga ke Papua, kita saksikan
perjuangan pengakuan eksistensi lembaga adat dan wilayah adat. Di
antaranya lewat pembentukan peraturan-peraturan daerah.
Perjuangan
itu bukan hanya dilakukan oleh dan untuk kepentingan komunitas, juga
oleh dan untuk kepentingan elite-elite penguasa-tradisional kesultanan.
Pada periode ini, menjadi jelas bahwa legitimasi adat memang dapat
diandalkan dan memperoleh ruang yang luas untuk dijadikan dasar klaim
dalam memperoleh kekuasaan, terutama tanah dan kedudukan politik.
Di
arena internasional, AMAN bersama organisasi sejenis dari negara lain
memperjuangkan eksistensi dan hak-hak indigenous peoples, termasuk di
forum KTT Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan dan proses perumusan
deklarasi PBB
mengenai indigenous peoples. AMAN jadi organisasi yang aktif
menggunakan momentum ini untuk mengubah kebijakan-kebijakan
internasional dan menggunakan kebijakan lembaga-lembaga internasional
untuk menguatkan agenda perubahan kebijakan nasional.
Hak kewarganegaraan
Tidaklah
sulit memahami perjuangan AMAN adalah perjuangan mewujudkan keadilan
sosial. AMAN juga mengusung perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat
adat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kombinasi
perjuangan keadilan sosial dan kewarganegaraan itu terutama dibentuk
oleh cara bagaimana NKRI menyangkal eksistensi masyarakat adat dan
merampas hak-hak atas tanah, kekayaan alam, dan
wilayah kelola masyarakat adat. Penyangkalan ini nyata pada fakta yang
disebut sebagai ”perampasan tanah”; tanah, kekayaan alam, dan wilayah
kelola masyarakat adat dimasukkan ke dalam konsesi-konsesi perkebunan,
kehutanan, pertambangan, dan lainnya.
Tantangan
terbesar saat ini adalah meralat kebijakan yang menyangkal eksistensi
masyarakat adat, dengan memastikan bahwa masyarakat adat adalah subyek
hukum yang sah. Sebagai konsekuensinya, pemerintah perlu menyusun
prosedur untuk mengadministrasikannya sebagai badan hukum, dan
mengadministrasikan hak-hak khusus yang melekat padanya, termasuk
hak-hak atas tanah. Terakhir, pemerintah perlu menyusun mekanisme untuk
restitusi hak atas tanah sebagai basis penyelesaian konflik agraria yang
struktural, kronis dan berdampak luas, berkenaan dengan penolakan
masyarakat adat melepaskan hak atas tanah yang mereka
miliki.
Noer Fauzi Rachman Kepala Studio Studi Agraria, Sajogyo Institute, Bogor
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/06/11/03572833/masyarakat.adat.dan.perjuangan.tanah-airnya
Konflik Lahan Sawit, 6 Warga Labuhan Batu Ditahan
- Tuesday, 05 June 2012 10:21
- Nur Azizah
“Sejak tadi malam diperiksa ada 60 orang
oleh Polres Labuan Batu. Dibawa secara paksa dari rumah warga. Dan dari
informasi terakhir, pagi ini mereka dipulangkan, tetapi ditahan ada
enam orang. Sementara yang tertembak kita belum tahu di mana, termasuk
ketua kelompok taninya. Mungkin tidak bisa dikatakan mereka sedang
diselamatkan barangkali ke sebuah tempat yang aman. Mengingat sekarang
di lapangan tidak aman, karena banyak sekali aparat di sana. ”ujar
Saurli.
Pendamping petani Kabupaten Labuhan Batu
Saurli menambahkan dua orang petani belum diketahui keberadaannya.
Mereka adalakah Ketua Kelompok Tani Kabupaten Labuhan Batu dan seorang
petani yang mengalami penembakan. Sebelumnya, warga membakar pos
pengamanan milik anak perusahaan PT Sinarmas tersebut pada dua hari
lalu.
Aksi itu sebagai protes atas penangkapan
beberapa petani yang dituduh mencuri kelapa sawit di lahan perusahaan.
Warga pun menuntut pembebasan rekan mereka. Peristiwa itu berujung pada
perusakan dan pembakaran pos milik perusahaan dan polisi di sana.
Tags: konflik lahan sawit
http://kbr68h.com/berita/daerah/26783-konflik-lahan-sawit-6-warga-labuhan-batu-ditahan
catatan: update berita konflik petani di padang halaban. khusus dari KBR68H, silahkan lihat di link berikut:
http://www.kbr68h.com/berita/nasional/26756-polisi-dituding-tembak-petani-di-labuan-batu-utara
http://kbr68h.com/berita/nasional/26828-status-7-petani-yang-ditangkap-di-labuhan-batu-belum-jelas
http://www.hariansumutpos.com/2012/06/35605/korban-konflik-lahan-labuhanbatu-ngadu-ke-setwapres.htm
http://www.kbr68h.com/berita/nasional/26756-polisi-dituding-tembak-petani-di-labuan-batu-utara
catatan: update berita konflik petani di padang halaban. khusus dari KBR68H, silahkan lihat di link berikut:
http://www.kbr68h.com/berita/nasional/26756-polisi-dituding-tembak-petani-di-labuan-batu-utara
http://kbr68h.com/berita/nasional/26828-status-7-petani-yang-ditangkap-di-labuhan-batu-belum-jelas
http://www.hariansumutpos.com/2012/06/35605/korban-konflik-lahan-labuhanbatu-ngadu-ke-setwapres.htm
http://www.kbr68h.com/berita/nasional/26756-polisi-dituding-tembak-petani-di-labuan-batu-utara
Kamis, 07 Juni 2012
SK BPN Ditenggarai Memicu Konflik Tanah di Kutalimbaru
Metrotvnews.com, Deli Serdang: Surat keputusan Badan
Pertanahan Nasional RI tentang perpanjangan jangka waktu hak guna usaha
(HGU) ditenggarai sebagai pemicu konflik antara kelompok petani
penggarap dan PT Perkebunan Nusantara II di Kutalimbaru, Deli Serdang,
Sumatra Utara, dua hari silam. Hal itu diungkapkan Arief Sugiarto, salah
seorang anggota Majelis Eksaminasi Publik saat penyerahan putusan
eksaminasi publik kepada kelompok petani yang tergabung dalam Forum
Rakyat Bersatu Sumatra Utara di Tanjung Morawa, Deli Serdang, baru-baru
ini.
Arief mengatakan sembilan SK kepala BPN RI terkait perpanjangan HGU
sejumlah lahan harus direvisi karena telah menimbulkan konflik tanah
antara warga dan PTPN II. Dari 9 SK itu, 5 di antaranya tentang
perpanjangan HGU PTPN II terhadap 42 bidang tanah seluas 38 ribu hektare
di Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, dan Kota Binjai. Lima SK
itu diterbitkan tahun 2000. Sedang empat SK terhadap 55 bidang tanah
seluas 17 ribu hektare di wilayah yang sama yang diterbitkan pada tahun
2002 dan 2004.(DSY)
http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/05/24/151606/SK-BPN-Ditenggarai-Memicu-Konflik-Tanah-di-Kutalimbaru
Warga Terlibat Bentrok di Tanjung Morawa
Laporan Wartawan Tribun Medan / Indra Gunawan Sipahutar
TRIBUN-MEDAN,com,TANJUNG MORAWA - Warga Desa Dagang Krawang Tanjung Morawa Deliserdang terlibat bentrok dengan salah satu kelompok penggarap dilahan Eks HGU, Jum'at, (8/6/2012). Dari Informasi yang dihimpun kejadian ini berawal dari pengrusakan warung yang ada di lahan eks HGU tersebut di Dusun II dijalan Sei Merah sekitar pukul 07.45 wib.
"Mereka ada 10 orang yang merusak warung yang baru kubuat dua hari lalu, nanti selesai solat Jum'at akan saya buat LPnya"ujar sofian Efendy.
Warga yang menuduh pihak anto keling sebagai pelaku pengrusakan langsung menyerang rumahnya yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi. Mereka menyerang rumah anto tersebut dengan batu. Kapolsek Tanjung Morawa, AKP Telly Alvin, dan Kasat Intel Polres Deliserdang berusaha melerai namun tidak membuahkan hasil. Namun aksi ini kini sudah usai namun warga masih berjaga jaga di lokasi. (dra/tribun-medan.com).
TRIBUN-MEDAN,com,TANJUNG MORAWA - Warga Desa Dagang Krawang Tanjung Morawa Deliserdang terlibat bentrok dengan salah satu kelompok penggarap dilahan Eks HGU, Jum'at, (8/6/2012). Dari Informasi yang dihimpun kejadian ini berawal dari pengrusakan warung yang ada di lahan eks HGU tersebut di Dusun II dijalan Sei Merah sekitar pukul 07.45 wib.
"Mereka ada 10 orang yang merusak warung yang baru kubuat dua hari lalu, nanti selesai solat Jum'at akan saya buat LPnya"ujar sofian Efendy.
Warga yang menuduh pihak anto keling sebagai pelaku pengrusakan langsung menyerang rumahnya yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi. Mereka menyerang rumah anto tersebut dengan batu. Kapolsek Tanjung Morawa, AKP Telly Alvin, dan Kasat Intel Polres Deliserdang berusaha melerai namun tidak membuahkan hasil. Namun aksi ini kini sudah usai namun warga masih berjaga jaga di lokasi. (dra/tribun-medan.com).
Penulis : Indra Gunawan
Editor : Wiwi
Sumber : Tribunnews
http://medan.tribunnews.com/2012/06/08/warga-terlibat-bentrok-di-tanjung-morawa#.T9GCvMUEV-w.facebook
Langganan:
Postingan (Atom)