Jumat, 22 April 2011

Petani Sawit Bentrok dengan Satpam, 7 Tewas.

Petani Sawit Bentrok dengan Satpam, 7 Tewas.

Jum'at, 22-04-2011 | 12:49 WIB

OKI, batamtoday - Bentrokan maut terjadi antara warga yang kebanyakan adalah
petani sawit, dengan petugas Satpam PT Sumber Wangi Alam (SWA), di Desa
Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra
Selatan, Kamis 21 April 2011. Bentrokan menyebabkan tujuh orang tewas.

Korban jatuh dari kedua belah pihak. Dari pihak warga, korban tewas sebanyak
3 orang, sedangkan dari pihak Satpam 4 jiwa melayang.

Keterangan diperoleh menyebutkan bahwa, bentrokan ini terjadi karena
sengketa lahan antara warga dengan pihak PT SWA. Sengketa sudah lama
berlangsung , dan tak pernah ada penyelesaian yang tegas dan tuntas dari
pihak pemda maupun aparat setempat.

Seperti pada akhir tahun lalu, disebutkan warga melakukan panen di kebun
inti PT SWA, di bawah pengamanan pasukan Brimob. Namun pada waktu yang lain,
PT SWA menangkap warga dengan tuduhan melakukan pencurian atas buah sawit.

Akhirnya hubungan antara perusahaan dan warga setempat, terutama petani
sawit menjadi runcing, dan rawan bentrok. Dan kemarin terbukti, konlik
tersebut akhirnya berujung pada bentrok fisik dengan menggunakan senjata,
yang mengakibatkan tujuh jiwa melayang sia-sia.

Kasus ini tengah ditangani Petugas Polresta OKI dan Polda Sumsel yang telah
turun ke lokasi.

Minggu, 17 April 2011

Samsung Tanam Rp 8,6 Triliun di Kelapa Sawit

Samsung Tanam Rp 8,6 Triliun di Kelapa Sawit

Jakarta, Kompas - Samsung menyatakan keinginannya untuk berinvestasi sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 8,6 triliun di Indonesia. Perusahaan raksasa Korea Selatan ini berniat berinvestasi dalam pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit dan pembangkit listrik tenaga surya.

Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Amir Sambodo mengungkapkan hal itu di Jakarta, Jumat (15/4). Menurut Amir, keinginan perusahaan asal Korea Selatan itu diungkapkan langsung oleh CEO Samsung C&T Corporation Jung Yeon-Joo saat bertemu dengan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Jumat.

Dalam pertemuan tersebut, Jung menyebutkan ingin meningkatkan kawasan perkebunan kelapa sawitnya di Provinsi Riau, dari 25.000 hektar saat ini menjadi dua hingga tiga kali lebih luas. Samsung berkeinginan untuk mendapatkan tambahan lahan di Kalimantan.

”Mereka juga serius untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya sebesar 50 megawatt. Setiap megawatt membutuhkan investasi sekitar 3 juta dollar AS sehingga kebutuhan total investasinya adalah sekitar 150 juta dollar AS,” ujarnya.

Samsung meminta agar pemerintah memberikan kemudahan pada rencana investasi itu. Samsung sendiri sudah memiliki kemampuan yang diakui dalam sektor-sektor tersebut.

”Samsung sudah bisa membangun pembangkit listrik tenaga surya sebanyak dua gigawatt di Kanada dan 1,2 gigawatt di Kazakhstan. Jadi, dia memiliki kemampuan yang besar. Bedanya, kalau di Kanada dan Kazakhstan dikombinasikan dengan tenaga angin dan surya. Di Indonesia, tenaga angin tidak terlalu bagus karena harus dibangun dilepas pantai,” kata Amir.

Samsung kemungkinan besar ingin membangun pembangkit listriknya itu di satu titik, bisa di Jawa, Bali, atau pulau lain. Mereka meminta dukungan untuk melakukan studi kelayakan.

”Setelah membangun pembangkit listriknya, mereka akan menyambungkannya pada jaringan listrik yang sudah ada saat ini. Untuk proyek ini, mereka serius karena sudah akan menggaet Bank Ekspor Korea untuk mendanai proyek mereka di Indonesia,” katanya.

Deutsche Bank

Sehari sebelumnya, Hatta juga mendapatkan komitmen pinjaman 1 miliar dollar AS dari Deutsche Bank kepada Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) untuk membantu perusahaan petrokimia dan penyulingan terbesar di Asia Tenggara itu menyelesaikan utang-utangnya dan penambahan modal kerja.

”Kami bertemu pihak Deutsche Bank dan mereka menyampaikan ketertarikannya untuk investasi 1 miliar dollar AS untuk TPPI Kilang Tuban pada tahun ini,” ujar Hatta Rajasa.

Lebih jauh Amir Sambodo mengatakan, investasi tersebut berupa pinjaman untuk pembiayaan ulang TPPI terhadap utang-utangnya kepada BP Migas, Pertamina, dan Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang diawasi Menteri Keuangan. Total utang TPPI kepada pemerintah sebesar Rp 3,2 triliun dan jatuh tempo pada 2014.

Amir menyatakan, pihak Deutsche Bank yakin memberikan pinjaman ke Indonesia dengan naiknya peringkat Indonesia yang tinggal satu peringkat lagi menjelang peringkat investasi. Hal ini juga menyebabkan bank asal Jerman itu memberikan bunga rendah untuk pinjamannya.

Butuh investasi

Deputi Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, dalam jangka menengah, Indonesia sangat membutuhkan investasi riil untuk menghindari diri dari pertumbuhan ekonomi yang terlampau panas. Ekonomi yang terlampau panas ditandai oleh tingginya pertumbuhan yang disertai oleh tingginya inflasi.

Menurut Juda, dalam jangka pendek, perekonomian Indonesia masih punya peluang untuk tetap tumbuh tanpa disertai inflasi tinggi. ”Syaratnya adalah investasi di sektor riil harus digenjot. Pekerjaan rumah kita yang terbesar adalah menarik sebesar mungkin investasi asing langsung ke sektor riil,” ujarnya.

Sebagai contoh, China mampu mendorong pertumbuhan ekonominya ke level 12 persen tanpa khawatir terlampau panas. ”Karena China masif membangun infrastrukturnya, punya kapasitas besar dalam pengembangan distribusi barang,” ujar Juda. (OIN)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/04/18/03443610/samsung.tanam.rp.86.triliun.di.kelapa.sawit

Sabtu, 09 April 2011

Puncak Aksi Penolakan Ekspansi Sawit, GAPKI Ingin Rampas Tanah Rakyat

Medan-ORBIT: Komersialisasi sawit di Indonesia dimulai sejak tahun
1911. Seiring berjalannya waktu, komersialisasi berkembang ke arah
kapitalisasi perkebunan melalui ekspansi terutama 10 tahun belakangan
ini.
Ekspansi tersebut dipicu oleh tingginya permintaan pasar global
terhadap Crude Palm Oil (CPO) baik untuk keperluan produk bahan
makanan, aneka produk kosmetik maupun energi (agrofuel).
Hal itu didengungkan demonstran yang tergabung dalam Koalisi Anti
Mafia Hutan saat menyampaikan orasi di depan Hotel Tiara Medan, tempat
berlangsungnya perayaan seratus tahun sawit oleh Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Selasa (29/3).
Menurut Eksekutif Komite Aksi Saurlin Siagian, saat ini luas
perkebunan sawit di Indonesia mencapai 7,9 juta hektar, dengan
komposisi ke pemilikan 65% dikuasai oleh korporasi dan 35% oleh non
korporasi atau petani berdasi.
Namun katanya, investasi korporasi hanya membawa derita bagi rakyat
Indonesia. Selain itu, kerakusan industri ekstraktif, telah mematikan
Daerah Aliran Sungai (DAS), merusak hutan primer.
“Lebih dari 5.000 DAS yang berada di Kawasan Taman Nasional mati
akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit. Banjir terus meningkat
pengungsi setiap tahun semakin bertambah dan meluas,” ungkapnya
diikuti yel-yel para aktivis lainnya.
Sementara, sambung Saurlin, para pengusaha perkebunan kelapa sawit
yang tergabung di dalam GAPKI hanya ingin merampas dan menguasai
sumber-sumber agraria (lahan rakyat). Dia menilai , pemerintah telah
melalaikan tugasnya untuk melindungi warga negaranya, yang seharusnya
mendapatkan perlindungan maksimal.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Walhi Sumut Syahrul Isman Manik
mengungkapkan argumentasi (penilaian) bahwa ekspansi sawit akan
menyerap tenaga kerja (buruh) dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan
merupakan suatu kebohongan.
Asumsi itu, kata Syahrul, dalam hitungan pemerintah dan korporasi yang
menyebutkan 20 juta hektar lahan perkebunan akan menyerap sekitar
10 juta buruh sangatlah jauh dari kenyataan.
“Fakta yang ditemukan di lapangan dalam 100 hektar lahan hanya
menyerap sekitar 22 orang tenaga kerja sehingga dengan demikian dengan
20 juta Hektar hanya menyerap 4,4 juta buruh,” ujar Syahrul.
Syahrul juga mengatakan praktik kuli kontrak dibangkitkan kembali
dalam bentuk baru yaitu Buruh Harian Lepas (BHL), dan tukang
berondolan (pengutip buah sawit) yang bekerja setiap hari tanpa
jaminan kerja bahkan tanpa ikatan kerja yang jelas.
Kemudian lanjut Syahrul, BHL tidak memperoleh jaminan sosial sebagai
pekerja meskipun sumbangan mereka sangat besar dalam upaya menunjang
proses produksi perkebunan.
Sedangkan Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Wagimin menilai,
korporasi sawit melahirkan konflik agraria terutama konflik lahan
sebagai dampak kapitalisasi perkebunan.
Konflik lahan yang merupakan warisan kolonial perkebunan, kata
Wagimin, hingga saat ini masih terus berlanjut melalui Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2004 tentang Perkebunan.

Bentrok
Isinya, menjamin masa waktu 95 tahun bagi korporasi untuk menguasai
lahan dengan tidak ada pembatasan yang jelas.
“Hal ini jelas-jelas merupakan kebangkitan kembali kebijakan zaman
kolonial yaitu onderneeming ordonatie dan agrarichst wet 1870 yang
menjamin penguasaan lahan selama 75 tahun. Padahal substansi dan
kenyataan aturan kolonial ini sudah dikoreksi dalam UU pokok agraria,”
terang Wagimin.
Akibatnya, kata Wagimin, tidak hanya kondisi kolonialisme muncul
kembali, melainkan petani miskin yang memperjuangkan tanah dan
penghidupannya dari korporasi sawit pun tergusur.
Malah Wagimin menilai para petani seringkali dikriminalisasi. Hal itu
disebabkan kemenangan korporasi sawit yang mengakibatkan seluruh
wilayah republik ini dapat ditanami dengan tanaman perkebunan tanpa
syarat yang mutlak.
Untuk itu, Koalisi Anti Mafia Hutan yang terdiri dari beberapa elemen
seperti KPS, Lentera, Petra, LBH Medan, Walhi Sumut, LSM Papua,Kontras
Sumut, SPI, SahdaR, BITRA Indonesia, ELSAM, BPRPI, HAPSARI, Greenpeace
dan LSM di Riau mendesak agar ekspansi sawit segera dihentikan.
Sementara itu, di tengah-tengah orasi, massa melakukan pembakaran
tiruan bola bumi sebagai bentuk dukacita terhadap keberlangsungan bumi
yang terus dieksplorasi.
Aksi pembakaran itu mengakibatkan sejumlah aparat kepolisian
berpakaian sipil berusaha menghentikan dan menangkap pembakar tiruan
bola bumi.
Kontan saja upaya provokasi aparat kepolisian itu membuat massa
berontak hingga terjadi keributan yang berlangsung selama lima menit.
Terlihat aparat kepolisian bentrok dengan beberapa demonstran.
Namun aksi bentrok itu tidak berlangsung lama karena kordinator aksi
mengimbau kepada massa agar tidak terprovokasi.

Tolak Proposal GAPKI
Setelah itu, massa kemballi melanjutkan orasinya. Dalam orasinya
mereka juga mendesak agar UU Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan
serta UU Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal segera dicabut.
Kemudian mereka juga mengharapakan pemerintah menyediakan lahan untuk
pertanian pangan.
“Kami harap juga kepada Bank Internasional, Bank Nasional dan Bank
Asing untuk menghentikan kredit kepada korporasi dalam rangka ekspansi
sawit. Serta menghentikan sistem perbudakan modern yaitu buruh murah
dalam bentuk Buruh Kontrak, Buruh Harial Lepas di industri perkebunan
kelapa sawit,” tegas Saurlin di sela-sela aksi.
Dalam aksi itu, para demonstran juga menggelar aksi teatrikal dari
aktivis Green Student Movement (GSM) Sumut. Setelah melakukan orasi di
depan Tiara Hotel, para demonstran melanjutkan long march menuju
kantor Gubernur Sumatera Utara.
Di kantor Gubsu, massa kembali berorasi mendesak pemerintah
memperhatikan nasib petani buruh dan rakyat miskin yang semakin
termiskinkan oleh ekspansi sawit.
“Kita menolak proposal yang diajukan GAPKI kepada pemerintah untuk
melakukan ekspansi sawit seluas duapuluh juta hektar lahan sawit,”
tegas Saurlin.
Saurlin juga mengatakan aksi tersebut merupakan puncak dari ranngkaian
kegiatan penolakan ekspansi sawit yang telah berlangsung selama tiga
hari. Seusai menggelar orasi di Kantor Gubsu, massa membubarkan diri.
Om-12/Om-24
http://harianorbit.com/index.php?option=com_content&view=article&id=244:ekspansi-perkebunan&catid=1:berita-korupsi-hangat&Itemid=50

Kamis, 07 April 2011

Menhut Cabut Izin Prinsip 3 Juta Hektar


Kompas Cetak. 8 April 2011

KEHUTANAN

Menhut Cabut Izin Prinsip 3 Juta Hektar

Jakarta, Kompas - Pemerintah mencabut izin prinsip pencadangan area hutan seluas 3 juta hektar untuk 251 investor perkebunan kelapa sawit. Pemerintah akan mengalihkan lahan itu untuk investor yang serius.

Demikian disampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Jakarta, Kamis (7/4). Pencabutan izin prinsip ini otomatis menggugurkan hak penguasaan kawasan hutan seluas 3 juta hektar.

”Kalau sudah diberi izin prinsip tetapi tidak juga dipakai, ya, kami cabut saja. Lebih baik lahan itu diberikan kepada investor lain yang mampu dan serius menanamkan modal,” ujar Zulkifli.

Sebelum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terbit, Menhut menerbitkan izin prinsip langsung kepada pemohon dan tidak mencantumkan tenggat penggunaan. Saat ini, Menhut menyetujui penerbitan izin prinsip pencadangan kawasan hutan kepada Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan yang kemudian menyurati perusahaan yang harus melaksanakan rencana investasi dalam lima tahun.

Pemerintah ingin mengoptimalkan penggunaan lahan-lahan yang sudah dicadangkan. Kemhut mengarahkan investasi perkebunan tebu di lahan yang sesuai untuk mendukung program swasembada gula.

Direktur Jenderal Planologi Bambang Soepijanto mengatakan, pemerintah akan memperlakukan investor lama dengan adil. Pengusaha yang mengklaim sudah bekerja akan diminta melaporkan kemajuan investasi mereka kepada Kemhut.

”Barangkali mereka sudah membuat tata batas dan sebagainya, kami tetap menghargai dan memberikan solusi. Pemerintah sekarang mendorong pemilik modal untuk berinvestasi dengan ruang yang ada sehingga kami tidak bisa membiarkan ada lahan yang ditelantarkan dalam waktu lama,” ujarnya. (ham)

sumber. http://cetak.kompas.com/read/2011/04/08/03133129/menhut.cabut.izin.prinsip.3.juta.hektar