Selasa, 30 Maret 2010

Sumut Fokus pada Pengembangan Produk Hilir CPO

Senin, 29 Maret 2010 | 03:26 WIB
Medan, Kompas - Pengembangan produk industri hilir minyak sawit mentah
menjadi salah satu tema sentral dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Daerah untuk penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Sumatera Utara tahun 2011. Selain itu, peningkatan mutu produk agroindustri
dataran tinggi Bukit Barisan juga dibahas secara khusus dalam forum
tersebut.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbangda) Provinsi Sumut akan
digelar 30 Maret-1 April. Rencananya, Musrenbangda Provinsi Sumut dihadiri
10 menteri Kabinet Indonesia Bersatu, antara lain Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S
Alisjahbana, dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu.
Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumut
Riadil Akhir Lubis, Musrebangda Provinsi Sumut tahun ini memang fokus pada
tema sentral peningkatan mutu dan daya saing produk asal Sumut. "Salah satu
yang diangkat jadi pembahasan adalah produk industri hilir minyak sawit
mentah atau CPO. Sumut harus segera menurunkan volume ekspor CPO murni,
tetapi sudah dalam bentuk industri hilir. Ada 170 industri turunan CPO yang
bisa dikembangkan di Sumut. Nantinya produk CPO Sumut untuk memenuhi
kebutuhan industri hilir di sini saja," ujar Riadil di Medan, Minggu (28/3).
Untuk pengembangan industri hilir, pemerintah pusat telah menetapkan Sumut
sebagai salah satu kluster industri hilir CPO di Indonesia. Ada dua lokasi
kluster industri CPO tengah dikembangkan di Sumut, yakni di Sei Mangke di
Kabupaten Simalungun dan Deli Serdang.
"Untuk kluster industri hilir CPO di Sei Mangke, kawasannya terintegrasi
dengan Pelabuhan Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara. Sedangkan kluster
industri hilir di Deli Serdang nantinya terintegrasi dengan Pelabuhan
Belawan dan Bandara Kuala Namu," katanya. (BIL)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/29/03261468/sumut.fokus.pada.pengem

Kamis, 25 Maret 2010

18 Perusahaan CPO Melawan

Greenpeace dinilai lakukan kampanye hitam
JAKARTA: Sedikitnya 18 perusahaan bersama pemerintah siap pasang badan
melawan desakan isu negatif yang belakangan ini gencar menyerang bisnis
minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia

Pukulan bertubi-tubi dari salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) peduli
lingkungan berafiliasi internasional, Greenpeace, dikhawatirkan menurunkan
volume ekspor CPO nasional setelah sejumlah pembeli besar memutus kontrak.

Harga CPO di bursa komoditas berjangka Malaysia untuk pengapalan hingga
Agustus 2010 terus mengalami penurunan dengan fluktuasi 200 ringgit per ton.

Untuk menangkal isu negatif yang berpotensi berdampak sistemik terhadap
target ekspor dan pendapatan devisa negara, pemerintah akan merapatkan
kekuatan nasional dengan memanggil 18 perusahaan besar pemangku bisnis CPO.

"Kami dan petinggi 18 perusahaan akan membicarakan langkah apa yang perlu
ditempuh untuk menghadapi kampanye hitam dari LSM seperti yang dilakukan
Greenpeace," ujar Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Achmad Mangga
Barani, kemarin.

Perusahaan tersebut a.l. PT Astra Agro Lestari, PT Sinarmas Agro Resources
and Technology, PT London Sumatera, Wilmar, PT Musi Mas, PT Sampoerna Agro,
Bakrie Sumatera Plantations, dan PTPN.

Dia mengatakan pemerintah berupaya untuk mengantisipasi dan mencegah agar
kampanye hitam dari Greenpeace tidak meluas dan berdampak sistemik terhadap
industri sawit nasional.

Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, penyelesaian yang paling
adil dalam kasus pemutusan kontrak CPO oleh perusahaan asing harus
diselesaikan dengan melibatkan pihak ketiga yang dianggap kredibel,
independen, dan bisa diterima semua pihak.

Menurut Mari, langkah tersebut merupakan jalan penyelesaian yang paling adil
untuk menemukan persoalan dan kebenaran fakta di lapangan.

Presiden Direktur PT SMART Tbk, unit Bisnis Grup Sinarmas yang mengelola
perkebunan kelapa sawit, Daud Dharsono menyatakan pihaknya masih akan
melakukan verifikasi atas laporan sepihak dari Greenpeace yang belum dapat
dipastikan kebenarannya.

Perusahaan ini akan menunjuk lembaga independen untuk melakukan verifikasi
tersebut.

Namun, Mangga Barani menyatakan apa yang dilakukan oleh pemerintah ini bukan
berarti membela kepentingan satu perusahaan saja, tetapi lebih pada
kelangsungan sawit di dalam negeri.

Tindakan tegas yang akan diambil ada dua yakni menghentikan ekspor ke Uni
Eropa dan membawa masalah sawit menjadi isu di World Trade Organization
(WTO). "Ini dua kartu truf yang akan dikeluarkan jika sudah tidak ada jalan
keluar untuk masalah ini."

Kampanye putih

Menteri Pertanian Suswono menuturkan pada Mei delegasi dari Indonesia akan
datang ke Uni Eropa dan memberikan kampanye putih mengenai produk CPO
Indonesia.

"Kami akan menjelaskan mengenai sawit lestari yang telah diterapkan di Tanah
Air. Upaya ini merupakan counter balik atas kampanye hitam yang selalu
dilakukan oleh LSM. Kami [Indonesia-Malaysia ] akan memantau perkembangannya
sebelum mengambil langkah penghentian ekspor," ujarnya.

Dia menjelaskan isu negatif yang menghantam perkebunan sawit karena
efisiennya komoditas ini dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti
kedelai dan rapesheed. Suswono mengatakan masukan apapun dari LSM jika
terbukti akan ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Mangga Barani menegaskan pemerintah tidak akan melakukan moratorium sawit di
dalam negeri. "Mereka [LSM] tujuannya kan moratorium sawit di dalam negeri.
Artinya kan sama saja sawit tidak boleh berkembang. Jika negeri ini sengsara
apakah LSM itu mau memberikan uang pada negeri kita," tegasnya.

Menurut dia apa yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang.
Dengan demikian, katanya, jika ada perusahaan yang terbukti melanggar maka
akan mendapatkan hukuman. Namun demikian, katanya, pemerintah tidak akan
tunduk pada keinginan LSM, apalagi yang memiliki agenda tertentu di balik
masalah lingkungan.

"Pemerintah ini berdaulat dan wajib melindungi kesejahteraan warga
negaranya. Itu yang penting," tegas Mangga Barani.

Ketua Umum Gapki Pusat Joefli Bahroeni meminta agar Sekretariat RSPO
menjelaskan mengenai pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

"Gapki sudah meminta agar mengeluarkan statement mengenai pembangunan
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, sehingga tudingan pihak ketiga di
luar RSPO mengenai pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat
diminimalisasi, " ujarnya di Medan, kemarin.

Kalau RSPO tetap diam dan tidak memberikan reaksi atau komentar, maka
keberadaan RSPO patut dipertanyakan. "Kalau ada tudingan miring mengenai
pembangunan perkebunan kelapa sawit sebaiknya dibicarakan di RSPO, bukan
diselesaikan secara parsial antarperusahaan, " tuturnya.

"Apa benar sawit yang dihasilkan PT Sinarmas dengan merusak hutan? Karena di
Indonesia sudah ada ketentuan yang ketat mengenai pembukaan perkebunan
kelapa sawit," kata Joefli.

Sekjen Gapki Pusat Joko Supriyono menambahkan tahun ini Indonesia
menargetkan produksi CPO sebesar 23 juta ton atau meningkat antara 1,5 juta
ton dan 2 juta ton dari produksi 2009.

Permintaan meningkat

Adapun, permintaan CPO di pasar internasional meningkat antara 4 juta ton
dan 4,5 juta ton per tahun. Jadi, kata dia, pembatalan produksi CPO
Indonesia oleh Nestle dan Unilever tidak besar pengaruhnya.

"Hanya saja citra Indonesia di mata dunia sedikit tercoreng akibat kampanye
negatif dari LSM internasional. Mengembalikan citra ini yang sulit," tegas
Joko.

Aktivis Greenpeace gencar melancarkan aksinya menyerang perusahaan yang
ditengarai merusak hutan dan melakukan penanaman di kawasan gambut yang
memicu emisi karbon.

Pekan lalu, lembaga ini mendesak Nestle untuk memutus kontrak pembelian CPO
dari Grup Sinarmas.

Tidak hanya dengan Sinarmas, Greenpeace pun mendesak Nestle menghentikan
pembelian dari dua trader besar, yaitu Cargill dan IOI.

"Pembatalan kontrak langsung dengan Sinarmas oleh Nestle belum cukup. Mereka
harus menghentikan pembelian produk Sinarmas dari pihak ketiga seperti
Cargill dan IOI," tegas Bustar Maitar, Team Leader Kampanye Hutan Greenpeace
Asia Tenggara.

Indonesia, ujarnya, mempunyai laju deforestasi tercepat dibanding
negara-negara yang masih mempunyai hutan di dunia.

Sejak lebih dari setengah abad lalu, sudah 74 juta hektare hutan alam
Indonesia-atau dua kali lebih besar dari wilayah negara Jerman-telah hancur
atau dibakar.

"Greenpeace tidak anti-industri kelapa sawit, kampanye kami bertujuan untuk
menghentikan perusahaan seperti Sinarmas merusak hutan alam Indonesia yang
masih tersisa," ujar Bustar.

Greenpeace akan all out menghadapi kampanye tandingan yang dilakukan
pemerintah dan pengusaha sawit sampai tujuan moratorium komoditas perkebunan
ini dilakukan.

Dia menuturkan upaya pemerintah untuk mengancam menghentikan ekspor CPO ke
Eropa dan mengalihkan ke pasar lain tidak akan mudah.
http://web.bisnis. com/edisi- cetak/edisi- harian/1id170874 .html

Kamis, 18 Maret 2010

Nestle Drops Indonesian Company after Greenpeace Demos

Jumat, 19 Maret 2010 | 07:17 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesian palm oil giant Sinar Mas rejected claims of environmental vandalism Thursday after Nestle, the world’s biggest food company, dropped it as a supplier following protests by Greenpeace. It was the second embarrassing blow to Sinar Mas in three months after Anglo-Dutch company Unilever severed ties with it in response to Greenpeace claims it is destroying rainforests.

Greenpeace activists held protests Wednesday at Nestle’s headquarters and factories in Britain, Germany and the Netherlands, linking the company’s Kit Kat confectionery to the destruction of orangutan habitats. “Considering its size and influence, it should be setting an example for the industry and ensuring its palm oil is destruction free,” Greenpeace said in a statement.

“Instead, Nestle continues to buy from companies, like Sinar Mas, that are destroying Indonesia’s rainforests and peatlands.” Rampant deforestation in Indonesia makes it one of the biggest emitters of greenhouse gases in the world and threatens habitats of endangered species like orangutans, tigers and rhinos.

Nestle responded immediately to the protests, dropping Sinar Mas and repeating its commitment to using only Certified Sustainable Palm Oil by 2015, “when sufficient quantities should be available”. “Nestle has replaced the Indonesian company Sinar Mas as a supplier of palm oil with another supplier for further shipments,” it said.

“We confirm that Nestle has only bought from Sinar Mas for manufacturing in Indonesia, and no palm oil bought from Sinar Mas has been used by Nestle for manufacturing in any other country.” Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) president director Daud Dharsono denied that its palm oil plantations were damaging the environment.

“We are committed to applying responsible land clearing and best practices in our plantations. We’ve been implementing best practices since the early 1980s,” he told AFP.

“We’re ready to have a dialogue with Greenpeace to clarify their report. However, we haven’t received any official notification from Nestle that it has dropped us as their supplier of palm oil,” he added.

Greenpeace Southeast Asia campaigner Bustar Maitar said Nestle must also stop buying Sinar Mas’s palmoil from third parties. “Despite their announcement cancelling their direct orders with Sinar Mas, Nestle will still be using palm oil from Sinar Mas in Kit Kats because they’ll still be getting it from their other suppliers,” he said.

“The Greenpeace campaign will continue until Nestle cuts the Sinar Mas group from its supply chain completely.” Indonesia is the world’s biggest producer of palm oil, which is used in the manufacture of products including margarine, soups, ice-cream, chocolates and beauty products.
Indonesian officials have said they aim to more than double the country’s crude palm oil output to 40 million tonnes by 2020 through increased yields and more plantations.

The plans have been opposed by environmental groups, who say the nation’s forests are vital carbon sinks in the fight against climate change and an irreplaceable source of biodiversity. Of the 45 million tonnes of annual, global crude-palm-oil output, only 2.3 million tonnes has been certified by the palm oil watchgroup Roundtable for Sustainable Palm Oil as having been produced through sustainable methods. Of the 2.3 million tonnes, Indonesia accounts for only 400 tonnes.

Didemo Greenpeace, Nestle Putus Kontrak CPO dari Sinar Mas

Didemo Greenpeace, Nestle Putus Kontrak CPO dari Sinar Mas
Economy Thu, 18 Mar 2010 13:17:00 WIB
Jakarta - Setelah Unilever, kini giliran Nestle yang memutus kontrak pasokan CPO dengan Sinar Mas. Penghentian kontrak dilakukan menyusul protes dari para aktivis Greenpeace yang menuding Sinar Mas telah melakukan perusakan hutan.

Aktivis Greenpeace pada Rabu (17/3/2010) kemarin melakukan protes di kantor pusat Nestle dan juga pabrik di Inggris, Jerman dan Belanda. Protes digelar karena produsen cemilan terbesar di dunia itu masih menjalin kerjasama dengan perusahaan yang dinilai Greenpeace merusak hutan.

"Dengan mempertimbangkan ukuran dan pengaruhnya, maka Nestle mestinya menjadi contoh bagi industri dan menjamin pasokan CPO-nya bebas dari pengrusakan. Namun Nestle terus membeli dari perusahaan seperti Sinar Mas yang telah merusak hutan dan habitat binatang," kritik Greenpeace dalam pernyataannya seperti dikutip dari AFP, Kamis (18/3/2010).

Nestle pun dengan cepat merespons protes tersebut dengan menyatakan pihaknya telah menghentikan Sinar Mas sebagai pemasok CPO-nya. Nestle juga mengulang komitmennya untuk hanya menggunakan CPO yang bersertifikasi hingga 2015.

"Nestle telah menggantikan perusahaan Indonesia, Sinar Mas sebagai pemasok CPO dengan pemasok lain untuk pengapalan selanjutnya. Kami dapat mengkonfirmasi bahwa Nestle hanya membeli dari Sinar Mas untuk pabrik di Indonesia dan tidak ada CPO yang dibeli dari Sinar Mas yang digunakan Nestle untuk pabrik di negara lain," jelas Nestle dalam pernyataannya.

Presiden Direktur Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) Daud Dharsono membantah kebun sawitnya telah merusak lingkungan. Menurutnya, SMART selalu berusaha menerapkan aturan-aturan untuk perkebunannya.

"Kami berkomitmen untuk menerapkan best practices di kebun kami. Dan kami telah mengimplementasikannya sejak awal 1980-an. Kami siap untuk berdialog dengan Greenpeace untuk mengklarifikasi laporan tersebut," ujarnya.

Daud mengaku pihaknya belum menerima surat resmi dari Nestle terkait penghentian pasokan CPO tersebut. (qom/dnl)

Sumber: detikcom